Menanggapi hal ini, seorang profesor teologi di University of Latvia, Valdis Teraudkalns, mengatakan bahwa ia memang tidak setuju dengan pandangan Kirill dan Gereja Ortodoks Rusia. Namun, ia punya pandangan sendiri soal proposal Levits untuk memisahkan gereja dan negara Latvia.
"Ini sebuah intervensi yang mengejutkan dari negara kepada gereja yang mengingatkan pada Latvia di bawah Uni Soviet. Kala itu, negara berusaha memutus hubungan antara Katolik dan Paus di Roma," ungkap Teraudkalns, dilansir La Prensa Latina.
"Ini tergantung pada Gereja Ortodoks Latvia untuk melanjutkan dan memutus hubungan dengan Kirill lewat prosedur yang ada di dalam gereja itu sendiri. Ini akan menjadi langkah yang menyerupai pada masa Soviet," sambungnya.
Ia juga mengatakan bahwa Gereja Ortodoks Latvia, pada praktiknya, hampir keseluruhannya berjalan sendiri atau independen dari Moskow. Hal itu sesuai dalam kesepakatan pada periode kemerdekaan Latvia di tahun 1920-1930-an.
Sampai saat ini, diperkirakan terdapat 350 ribu warga Latvia yang menganut agama Ortodoks, mayoritas di antaranya adalah warga penutur Bahasa Rusia.