Presiden Meksiko Tidak Akan Melawan Kartel Narkoba atas Perintah AS

AMLO mengatakan bahwa Meksiko tidak akan menjadi polisi bagi pemerintahan negara lain. Ia menyatakan akan mengutamakan Meksiko dibanding kepentingan negara lain. 

"Kami tidak akan beraksi layaknya polisi untuk pemerintahan negara lain. Kami akan mengutamakan kebijakan 'Mexico First'. Negara kami harus diutamakan dari apapun," terangnya, dikutip Associated Press. 

Ia menambahkan bahwa narkoba adalah masalah AS dan bukan masalah di Meksiko. Ia menekankan agar adanya pembatasan arus penyelundupan narkoba ke AS, tapi harus didasarkan pada kemanusiaan. 

"Tentu saja, kami tidak akan bekerja sama dengan kartel narkoba di atas segalanya karena ini menjadi sangat sensitif, ini masalah kemanusiaan yang menyedihkan karena banyak anak muda yang tewas di Amerika Serikat karena fentanyl," sambungnya. 

Sementara itu, AMLO menyebut bahwa kebijakan Mexico First adalah mengurangi kekerasan di dalam negeri. Ia pun mengklaim selama pemerintahannya terdapat pengurangan kasus kekerasan hingga 17 persen dari sebelumnya. 

Office of Foreign Assets Control (OFAC), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) AS resmi menjatuhkan sanksi kepada 15 orang yang diduga sebagai anggota kartel narkoba Sinaloa. Selain itu, terdapat bisnis di Phoenix yang diduga berada di bawah jaringan Kartel Sinaloa. 

"Pemerintah AS akan terus menggunakan berbagai alat untuk menargetkan kartel narkoba memperoleh keuntungan besar dari penjualan fentanyl di negara kami," ungkap Wakil Sekretaris Kemenkeu AS Wally Adeyemo, dikutip Mexico News Daily.

Beberapa nama orang yang masuk dalam sanksi AS ini adalah Marin bersaudara yang terdiri dari Arturo D’Artagnan Marín Gonzalez, dan Porthos Marín Gonzalez. Keduanya diketahui mengoperasikan skema penukaran uang asing untuk Kartel Sinaloa. 

"Dalam berkoodinasi dengan Kartel Sinaloa, Marin bersaudara menjadi penengah penjualan di Amerika Serikat dan menggunakan itu sebagai penjualan secara ilegal untuk membeli ponsel dari perusahaan AS," tambahnya. 

Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Meksiko Alicia Barcena sudah menandatangani perjanjian dengan Venezuela untuk mendeportasi migran. Kesepakatan ini disetujui di tengah krisis migran di perbatasan Meksiko-AS. 

Dilansir Bloomberg, pemerintah Meksiko bersedia mempekerjakan migran Venezuela di negaranya. Mereka rencananya akan ditempatkan di beberapa perusahaan dan akan dibayar dengan gaji sebesar 110 dolar AS (Rp1,7 juta) per bulan hingga 6 bulan ke depan sebagai insentif sebelum dipulangkan ke Venezuela. 

Selain itu, Meksiko juga akan menyediakan uang sebesar 660 dolar AS (Rp10,4 juta) kepada migran Venezuela yang bersedia dipulangkan ke negaranya sebagai bagian dari upaya pengurangan migran. 

Hingga saat ini, terdapat setidaknya 4 ribu - 5 ribu migran Venezuela yang terlantar di Meksiko, mayoritas dari mereka berada di Tijuana.