Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dmitry Muratov (youtube.com/Nobel Prize)
Dmitry Muratov (youtube.com/Nobel Prize)

Jakarta, IDN Times - Tidak semua orang Rusia mendukung invasi Vladimir Putin ke Ukraina. Salah satu orang Rusia tersebut adalah Dmitry Muratov. Dia bekerja sebagai jurnalis dan meraih hadiah Nobel Perdamaian pada 2021.

Tapi, invasi Rusia ke Ukraina membuat hatinya terketuk. Muratov akhirnya melelang hadiah medali Nobel Perdamaian yang ia dapatkan untuk membantu para pengungsi Ukraina.

Dilansir Associated Press, juru bicara Heritage Auctions yang bertanggung jawab atas penjualan itu menyebutkan, nobel Muratov terjual seharga 103,5 juta dolar atau sekitar Rp1,5 triliun. Uang itu akan digunakan Muratov untuk membantu para pengungsi Ukraina, khususnya anak-anak.

Berikut ini adalah profil Dmitry Muratov, warga Rusia, peraih Nobel Perdamaian dan sosok yang membantu para pengungsi Ukraina, yang terdampak akibat invasi pasukan Rusia.

1. Lulusan dari fakultas filologi

ilustrasi (Unsplash.com/Patricia Beatrix Villanueva)

Menurut laman resmi Nobel Prize, pada 30 November 1960, Dmitry Muratov lahir di kota Kubyshev, Oblast Samara. Saat ini kota tersebut lebih dikenal sebagai kota Samara. Muratov lahir dengan nama lengkap Dmitry Andreyevich Muratov.

Muratov tumbuh dan besar di kota tersebut dan ketika dewasa belajar di Universitas Negeri Kuibyshev (sekarang Samara) selama lima tahun. Di kampus itu, Muratov belajar di fakultas filologi.

Selama di universitas, minatnya pada jurnalisme tumbuh. Saat berkuliah, dia telah menjalin kontak dengan surat kabar lokal dan bekerja paruh waktu di bidang jurnalisme.

Muratov hidup sejak Uni Soviet berkuasa. Setelah lulus, ia bertugas di Angkatan Darat. Tugasnya adalah spesialis keamanan peralatan komunikasi.

2. Menjadi jurnalis investigasi

ilustrasi Ilmu Komunikasi (IDN TImes/Arief Rahmat)

Nama Dmitry Muratov mulai dikenal secara luas ketika dirinya meninggalkan kampung halaman. Dia menuju Moskow pada 1987 untuk bekerja di surat kabar Komsomolskaya Pravda.

Reformasi politik dari Presiden Rusia Mikhail Gorbachev dan pembebasan pers membuat para jurnalis investigasi menjadi pahlawan. Mereka banyak mengungkap kejahatan rezim di masa lalu serta membongkar borok korupsi.

Menurut The Conversation, surat kabar Komsomolskaya Pravda adalah media Komunis yang mengambil sikap kritis terhadap rezim Soviet. Komsomolskaya juga dianggap sebauah suara utama reformasi perestroika Gorbachev.

3. Benturan ideologis dan bantuan dari peraih Nobel Perdamaian

ilustrasi (Unsplash.com/Roman Kraft)

Saat Uni Soviet runtuh dan transisi menjadi Rusia, Muratov mengalami bentuan ideologi ketika berada di Komsomolskaya Pravda. Muratov ingin surat kabar tersebut tetap menjadi media investigatif, tetapi pesaingnya ingin mengubahnya menjadi tabloid yang menghasilkan uang.

Muratov kemudian memilih meninggalkan Komsomolskaya pada 1992. Dia dan rekan satu timnya akhirnya menerbitkan surat kabar sendiri bernama Novaya Ezhednevnaya Gazeta.

Media tersebut kerap melaporkan kabar politik, korupsi, serta kejahatan perang di Chechnya. Pada 1995, Muratov menjadi pemimpin redaksi dan surat kabar tersebut berubah nama menjadi Novaya Gazeta.

Muratov sebenarnya tidak berjuang sendirian demi kebebasan pers dan menerapkan jurnalisme investigasi. Dikutip dari Nobel Prize, Mikhail Gorbachev yang meraih Nobel Perdamaian pada 1990 mendukung surat kabar tersebut secara finansial dan menjadi pemilik bersama pada 2006.

Gorbachev menyumbangkan sebagian uang hadiah Nobel Perdamaian untuk menjalankan Novaya Gazeta. Surat kabar itu akhirnya beroperasi secara kritis melawan korupsi, kecurangan pemilu, dan pelanggaran hak asasi manusia.

4. Kehilangan para jurnalis

ilustrasi (Unsplash.com/Engin Akyurt)

Novaya Gazeta kemudian tumbuh menjadi surat kabar paling berani di Rusia. Ada banyak surat kabar di negara tersebut, beberapa di antaranya yang paling independen adalah Vedomosti, Kommersant dan Novaya Gazeta.

Sebagai surat kabar paling berani yang mengungkap borok rezim pemerintahan Rusia, Muratov sebagai pemimpin redaksi harus kehilangan enam jurnalisnya dari 2000 hingga 2021.

Dalam laporan RFE/RL, menjadi jurnalis di Novaya Gazeta berarti menjadi seorang yang berada di garis bidik.

Adapun enam jurnalis Novaya Gazeta yang terbunuh adalah:

  1. Igor Domnikov. Dia meninggal pada Juli 2000, beberapa bulan setelah diserang di pintu masuk apartemennya di Moskow. Dia merupakan editor budaya dan pendidikan. Tapi rekan-rekannya memperkirakan Domnikov dikira reporter yang menyelidiki korupsi di industri minyak.
  2. Yuri Shchekochikhin yang bekerja sebagai editor, meninggal pada 2003. Dia menderita penyakit misterius yang dikenal luas akibat keracunan radioaktif. Dia menyelidiki kemungkinan keterlibatan dinas keamanan Rusia dalam pengeboman apartemen di Moskow pada 1999.
  3. Anna Politkovskaya. Kematiannya pada 7 Oktober 2006 menjadi kasus yang paling terkenal. Dia ditembak mati di lift apartemen di Moskow. Politkovskaya adalah kritikus Presiden Vladimir Putin, mengungkap jaringan korupsi tingkat tinggi dan pelanggaran hak asasi manusia di Kaukasus dan Chechnya. Menurut The Guardian, Politkovskaya pernah berusaha dibunuh dengan racun pada 2004.
  4. Anastasia Baburova ditembak dan dibunuh pada Januari 2009. Dia mengungkap beberapa pelanggaran terkenal oleh tentara Rusia ketika beraksi di Chechnya.
  5. Natalia Estemirova. Dia merupakan kontributor Novaya Gazeta, diculik di Grozny pada Juli 2009 dan beberapa jam kemudian ditemukan meninggal karena ditembak. Estemirova menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia di Chechnya.
  6. Stanislav Markelov. Dia adalah pengacara yang bekerja dengan Novaya Gazeta. Dia dibunuh bersama Baburova. Markelov menyelidiki banyak kasus, termasuk militer Rusia, Chechnya dan kelompok neo-Nazi.

5. Meraih Nobel Perdamaian dan Novaya Gazeta dituduh sebagai agen asing

Perjuangan Muratov untuk menjadi jurnalis dan terus menjaga agar kebebasan pers tetap berjalan di Rusia, berhasil membuatnya diganjar hadiah Nobel Perdamaian pada 2021. Hadiah itu diberikan kepada Muratov bersama Maria Ressa, jurnalis Filipina.

Selama menjadi jurnalis dan pemimpin redaksi Novaya Gazeta, Muratov tidak pernah sepakat dengan pencaplokan Krimea, wilayah Ukraina yang dianeksasi Rusia pada 2014. Dalam invasi Rusia ke Ukraina 2022, Muratov juga tidak sepakat dengan hal itu.

Dikutip dari CNN, bahkan menurut Muratov, sekitar setengah dari populasi Rusia menolak tindakan invasi Moskow ke Kiev. 

"Mereka yang menolak menjadi zombie, setengah dari negara itu adalah untuk perdamaian dan melawan perang," kata Muratov.

Novaya Gazeta juga tetap kritis selama Rusia melancarkan perang ke Ukraina. Tapi pada Maret, koran itu menangguhkan kegiatan akibat peringatan regulator komunikasi pemerintahan Vladimir Putin, Roskomnadzor.

"Kami menangguhkan penerbitan surat kabar di situs web kami, jaringan media sosial, dan media cetak sampai akhir 'operasi khusus di wilayah Ukraina'," tulis surat kabar itu dilansir Al Jazeera.

Roskomnadzor menuduh Novaya Gazeta sebagai agen asing oleh pihak berwenang dalam publikasi surat kabar kritis tersebut.

Kini medali Nobel Perdamaian yang didapat Muratov dilelang, dan uangnya digunakan untuk membantu pengungsi anak-anak Ukraina. Muratov bekerja sama dengan UNICEF dalam mengalokasikan uang tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team