Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Vladimir Putin mengadakan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan (08/11). (instagram.com/russian_kremlin)
Vladimir Putin mengadakan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan (08/11). (instagram.com/russian_kremlin)

Intinya sih...

  • Rusia menolak kehadiran pasukan asing di Ukraina.

  • Perang Ukraina jadi konflik paling mematikan di Eropa.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan bahwa setiap pasukan Barat yang ditempatkan di Ukraina akan dianggap sebagai target sah oleh militer Rusia. Peringatan ini muncul pada Jumat (5/9/2025), setelah sekutu Ukraina berkomitmen untuk mengirim pasukan sebagai jaminanbila ada perjanjian damai tercapai guna mengakhiri perang.

Pernyataan Putin langsung memicu sorotan internasional karena situasi masih rapuh. Sehari sebelumnya, Kamis (4/9/2025), sebuah pertemuan di Paris yang dipimpin Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan dihadiri Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menghasilkan kesepakatan penting.

Sebanyak 26 negara, dipimpin Prancis dan Inggris, setuju mengirim pasukan darat, laut, dan udara untuk menjaga implementasi kesepakatan damai di masa depan. Keputusan itu merespons perang yang telah berlangsung sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

1. Rusia menolak kehadiran pasukan asing di perbatasannya

ilustrasi bendera Rusia (pexels.com/Сергей Велов)

Dalam forum ekonomi di Vladivostok, Putin mengatakan bahwa keberadaan pasukan asing di Ukraina justru akan menghambat perdamaian yang berkelanjutan. Ia menuding semakin eratnya hubungan militer Ukraina dengan Barat sebagai salah satu faktor utama pemicu perang. Pernyataan itu menegaskan sikap Rusia yang konsisten menolak keterlibatan militer luar di wilayah sekitar perbatasannya.

“Jika keputusan tercapai yang akan mengarah pada perdamaian, perdamaian jangka panjang, maka saya sama sekali tidak melihat perlunya kehadiran mereka di wilayah Ukraina. Karena jika kesepakatan tercapai, jangan ada yang meragukan bahwa Rusia akan mematuhinya sepenuhnya,” kata Putin, dikutip dari CNA.

Namun Ukraina dan para sekutunya meragukan klaim tersebut karena Rusia kerap melanggar perjanjian di masa lalu.

Dilansir dari Al Jazeera, Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut rencana Barat pasti tidak diterima dan menilainya sebagai ancaman keamanan. Ia merujuk pada perundingan Istanbul 2022 yang pernah mengusulkan agar Ukraina bersikap netral dengan imbalan jaminan keamanan dari beberapa negara, termasuk Rusia. Pandangan ini menunjukkan posisi Rusia yang tetap keras terhadap kehadiran pasukan asing di kawasan tersebut.

2. Upaya diplomasi dan tantangan menuju perdamaian

ilustrasi ruang konferensi (pexels.com/Jan van der Wolf)

Dilansir dari BBC, Koalisi negara yang dipimpin Prancis dan Inggris kini berfokus memastikan perlindungan yang kuat bagi Ukraina. Macron menegaskan bahwa pasukan tidak akan ditempatkan di garis depan, melainkan bertugas mencegah agresi besar di masa depan. Strategi ini dimaksudkan agar langkah militer tetap dalam koridor menjaga perdamaian, bukan memperluas perang.

“Saya pikir hari ini, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ini adalah langkah konkret yang serius pertama,” ujar Zelenskyy, memuji pertemuan Paris sebagai kemajuan besar.

Meski begitu, keterlibatan AS masih belum jelas karena Presiden Donald Trump hanya mengindikasikan dukungan udara tanpa pengerahan pasukan darat. Situasi ini membuat arah dukungan internasional bagi Ukraina masih penuh ketidakpastian.

Putin di sisi lain menyatakan kesediaan untuk mengadakan pembicaraan damai dan bahkan menawarkan Moskow sebagai tuan rumah. Namun Zelenskyy menolak, menuduh Rusia hanya ingin mengulur waktu demi merebut lebih banyak wilayah. Ia mengusulkan agar perundingan dilakukan di lokasi netral untuk mencegah keuntungan politik bagi Moskow.

3. Perang Ukraina jadi konflik paling mematikan di Eropa

ilustrasi bangunan hancur imbas perang (pexels.com/Mykhailo Volkov)

Perang Rusia-Ukraina digambarkan sebagai konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II. Selama tiga setengah tahun, puluhan ribu orang tewas, jutaan orang mengungsi, dan kerusakan parah melanda kawasan timur serta selatan Ukraina. Dampaknya terus dirasakan hingga kini, dengan banyak kota hancur total.

Ukraina menilai dukungan pasukan dari Barat sangat penting untuk mencegah serangan lanjutan dari Rusia. Kiev menyinggung pengalaman masa lalu ketika janjinya dikhianati, termasuk Memorandum Budapest 1994. Saat itu, Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya dengan jaminan dari Rusia, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara lain agar kedaulatan serta wilayahnya dihormati, namun kesepakatan tersebut diabaikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team