Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
rekaman saat-saat terakhir pemimpin Hamas Yahya Sinwar (IDF Spokesperson's Unit / CC BY-SA 3.0)
rekaman saat-saat terakhir pemimpin Hamas Yahya Sinwar (IDF Spokesperson's Unit / CC BY-SA 3.0)

Jakarta, IDN Times - Ratusan warga Gaza mengunjungi lingkungan Tel Al Sultan di Rafah sejak gencatan senjata dimulai pada Minggu (19/1/2025). Tempat itu merupakan lokasi di mana pemimpin Hamas Yahya Sinwar dibunuh oleh militer Israel pada 16 Oktober 2024.

Rumah tempat Sinwar menghabiskan detik-detik terakhirnya, yang kini hancur, dianggap sebagai simbol kehormatan dan perlawanan. Beberapa warga bahkan menyebut kawasan itu dengan nama Tel Al Sinwar sebagai penghormatan untuknya.

Israel telah memburu Sinwar sejak serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang memicu agresi militer Israel di Gaza. Pria berusia 61 tahun itu dituduh bersembunyi di jaringan terowongan bawah tanah ketika bom-bom Israel menghancurkan rumah-rumah warga dan infrastruktur di wilayah tersebut.

Dalam rekaman drone yang dirilis oleh militer Israel, Sinwar terlihat duduk di kursi di dalam sebuah bangunan yang sebagian hancur sebelum kematiannya. Dengan kondisi terluka, ia berusaha melemparkan sebuah tongkat ke arah drone yang merekamnya. Hasil autopsi mengungkapkan bahwa ia tewas akibat tembakan di kepala.

1. Pemilik rumah bangga Sinwar meninggal di rumahnya

Ashraf Abu Taha, pemilik rumah tersebut, mengaku bangga Sinwar gugur di rumahnya.  Seperti kebanyakan warga Rafah lainnya, ia meninggalkan rumahnya ketika pasukan Israel menyerbu kota itu pada Mei 2024. Ia kembali setelah gencatan senjata dan mendapati rumahnya telah hancur.

“Saya tidak sedih rumah saya hancur karena yang terakhir tinggal di sini adalah Sinwar,” kata pria berusia 52 tahun itu.

“Orang-orang datang berkunjung tanpa henti untuk mengambil foto dan mengenang perjuangan Sinwar. Saya berencana mengubah rumah ini menjadi tempat penghormatan untuk mengenang dirinya. Saya berpikir untuk membangunnya kembali dan mendedikasikan satu ruangan khusus sebagai museum yang menampilkan barang-barang yang digunakan Sinwar pada saat-saat terakhirnya,” ungkapnya. 

Abu Taha bahkan menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencari kursi berlengan tempat Sinwar duduk.

2. Melambangkan kehormatan dan ketangguhan

Mahmoud Abu Omar dari Khan Younis mengatakan bahwa ia berjalan sejauh 7 kilometer untuk mengunjungi rumah tersebut.

“Saya ingin datang ke sini karena saya bangga dengan perjuangan Sinwar,” kata Abu Omar kepada The National.

Menurutnya, rumah itu melambangkan kehormatan dan ketangguhan Sinwar, yang diangkat sebagai pemimpin Hamas setelah kematian pendahulunya, Ismail Haniyeh, pada Juli 2024. 

“Sofa ini menunjukkan Sinwar di saat-saat terakhirnya dan membuktikan bahwa dia tidak bersembunyi, dia bertarung bersama rekan-rekannya," ujarnya, saat berfoto di kursi berlengan tersebut.

3. Warga memilih tinggal di rumah mereka yang hancur

Wali Kota Rafah, Ahmed Al Sufi, mengatakan bahwa kota di bagian selatan Gaza itu telah rata dengan tanah akibat serangan Israel. Sedikitnya 30 pusat kota Rafah dan 90 persen kawasan permukiman di beberapa lingkungan tersebut telah hancur total. Sebanyak 15 sumur juga dihancurkan, dan 9 pusat medis, termasuk 4 rumah sakit utama, tidak lagi berfungsi.

Meski kehancuran di Rafah begitu luas, banyak warga tetap memilih pulang dan mulai membangun kembali kehidupan mereka di tengah reruntuhan. Mohammed Abed Al Atti adalah salah satunya. Ia memilih tinggal di rumahnya yang hancur daripada kembali ke Al Mawasi di Khan Younis, tempat puluhan ribu warga Gaza mengungsi di tenda-tenda

“Saya kembali ke rumah saya pada hari pertama gencatan senjata. Saya membawa tenda dari Al Mawasi. Saya akan tetap di sini meskipun terjadi kehancuran karena rumah saya adalah bagian dari diri saya," kata Al Atti.

Setiap hari, ia melakukan perjalanan ke Khan Younis untuk mengambil air dan makanan.

“Bagian tersulit adalah mendapatkan air minum dan air untuk kebutuhan sehari-hari. Yang kami minta hanyalah solusi atas krisis air ini bagi kami yang memutuskan untuk tetap tinggal,” tambahnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama