Ilustrasi Hacker (IDN Times/Arief Rahmat)
Dave, seorang insinyur perangkat lunak Ukraina, mengatakan kepada CNBC bahwa kelompok tersebut telah membantu melakukan beberapa serangan siber di luar pekerjaan sehari-hari mereka sejak perang dimulai. Dia mengatakan target situs-situs milik Rusia di antaranya pemerintahan, bank, dan pertukaran mata uang.
“Saya membantu Tentara TI dengan menjalankan serangan DDoS,” katanya.
Serangan penolakan layanan terdistribusi (distributed denial-of-service/DDoS) adalah, upaya jahat untuk mengganggu lalu lintas normal situs web dengan membanjiri lalu lintas internet.
“Saya telah menyewa beberapa server di GCP (Google Cloud Platform) dan menulis bot untuk diri saya sendiri, yang hanya menerima tautan situs web dan menargetkan serangan setiap kali saya menempelkannya,” jelasnya. “Saya biasanya menjalankan serangan dari 3-5 server dan setiap server biasanya menghasilkan sekitar 50 ribu permintaan per detik,” beber Dave.
Setiap kali daftar target dibagikan di saluran Telegram, Dave mengatakan, dia hanya menempelkannya ke bot, yang membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk membuatnya.
Ketika ditanya seberapa sukses serangan mereka ke Rusia sejauh ini, dia mengatakan, sulit untuk mengatakannya, karena serangan dilakukan oleh ribuan orang secara bersamaan. "Tindakan gabungan pasti berhasil," katanya.
Dave adalah salah satu dari sekitar 30 orang Ukraina yang bekerja dari jarak jauh untuk sebuah perusahaan konsultan teknologi Amerika Serikat (AS). Perusahaan telah membuat pekerjaan “sepenuhnya opsional” untuk karyawan Ukraina.
Selain Dave, Oleksii, pemimpin tim jaminan kualitas untuk perusahaan perangkat lunak di Zaporizhzhia, Ukraina, mengatakan sejak Rusia memulai invasi ke Ukraina pada 24 Februari, ia juga berusaha membantu Ukraina memenangkan perang dunia maya.
“Sebagai pekerja IT, saya berharap dapat melayani negara saya di garda terdepan digital, karena perang ini juga terjadi di dunia digital,” ujar Oleksii.
“Setiap hari, saya membantu menjangkau berbagai situs web Eropa dan AS dan meminta mereka untuk berhenti berbisnis dengan Rusia, memposting di jejaring sosial, dll,” tambahnya.