Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pertemuan antara Presiden Rusia, Vladimir Putin (kiri), dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, (kanan), di Beijing, Tiongkok, pada Jumat, 4 Februari 2022, waktu setempat. (Twitter.com/KremlinRussia_E)

Jakarta, IDN Times - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, pada Jumat (4/2/2022) waktu setempat, menandatangani sebuah pernyataan bersama yang ditujukan kepada negara Barat. Dilansir dari The Guardian, pernyataan itu menyerukan kepada Barat untuk meninggalkan pendekatan ideologis dari Perang Dingin.

Ini merupakan pertemuan ke-38 antara kedua pemimpin dunia ini sejak 2013 lalu. Kedua pemimpin dunia tersebut menunjukkan hubungan yang hangat menjelang Olimpiade Beijing 2022 Musim Dingin. Ketegangan yang meningkat dengan Barat telah memperkuat hubungan antara kedua negara terbesar di dunia dan yang paling padat penduduknya tersebut.

1. Berjanji tingkatkan kerja sama menggagalkan revolusi warna dan meminta NATO akhiri ekspansi ke Eropa Timur

Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Kremlin, Putin dan Xi meminta NATO untuk mengesampingkan ekspansi di Eropa Timur. Mereka juga mengecam pembentukan blok keamanan di kawasan Asia-Pasifik, serta mengkritik pakta keamanan trilateral Aukus antara Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.

Kedua negara ini juga berjanji untuk meningkatkan kerja sama untuk menggagalkan revolusi warna dan campur tangan eksternal serta berjanji untuk lebih memperdalam koordinasi strategis berturut-turut. Para analis menilai pernyataan itu menunjukkan bagaimana China dan Rusia semakin menemukan kepentingan bersama dalam konflik masing-masing dengan kekuatan Barat.

"Para pihak menentang ekspansi NATO lebih lanjut, menyerukan aliansi Atlantik Utara untuk meninggalkan pendekatan ideologis perang dingin, menghormati kedaulatan, keamanan dan kepentingan negara lain, keragaman pola peradaban dan budaya-historis mereka, serta memperlakukan perkembangan damai negara-negara lain secara objektif dan adil," bunyi dokumen tersebut.

Selain itu disebutkan pula, "Dalam anggukan untuk kepentingan Rusia di Ukraina, China mengatakan memahami dan mendukung proposal yang diajukan oleh Federasi Rusia tentang pembentukan jaminan keamanan jangka panjang yang mengikat secara hukum di Eropa".

Di tengah perang retorika yang berkembang, AS pada Rabu (2/2/2022), menuduh Rusia berencana untuk melakukan serangan Ukraina palsu yang akan digunakan untuk membenarkan invasi. Mereka memprediksi perilisan video grafis yang menunjukkan serangan di wilayah Rusia atau terhadap orang-orang berbahasa Rusia di Ukraina Timur.

Akan tetapi, pihak Rusia membantah berencana untuk melakukan serangan itu dan AS tidak memberikan bukti untuk mendukung klaim tersebut. Kabar rencana itu muncul sehari setelah AS mengatakan akan mengirim lebih banyak pasukan ke Eropa Timur, untuk mendukung sekutu dalam aliansi pertahanan NATO. Rusia mengatakan langkah itu merusak dan menunjukkan bahwa kekhawatirannya tentang ekspansi NATO ke arah timur dapat dibenarkan.

2. China khawatirkan aliansi dagang AS

Editorial Team

Tonton lebih seru di