Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
suasana di Musanze, Rwanda
suasana di Musanze, Rwanda (Unsplash/Dieuvain Musaghi)

Intinya sih...

  • Kagame menyebut gereja Evangelikal sebagai sarang bandit dan ancaman bagi negara.

  • Rwanda mengharuskan gereja menunjukkan kesesuaian dengan nilai-nilai negara.

  • Kagame inginkan kontrol penuh gereja di Rwanda.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Rwanda, pada Senin (22/12/2025), resmi menutup 10 ribu gereja Evangelikal di negaranya. Penutupan ini disebabkan karena ribuan gereja tidak mengikuti aturan tempat ibadah yang ditetapkan pada 2018. 

“Jika semuanya terserah pada saya, maka saya tidak akan membuka kembali satu pun gereja Evangelikal di Rwanda,” tutur Presiden Rwanda, Paul Kagame, dikutip dari News Central Africa

Sementara itu, berdasarkan sensus pada 2024, mayoritas warga Rwanda memeluk agama Kristen. Penutupan ini membuat warga harus pergi ke tempat yang jauh hanya untuk beribadah. 

1. Kagame sebut gereja hanya jadi sarang bandit

Kagame selama ini kerap mengkritisi keberadaan gereja Evangelikal di negaranya. Ia bahkan sempat menyebut gereja tersebut sebagai sarang bandit dan pencuri yang jadi ancaman bagi negara. 

“Dalam semua tantangan pembangunan yang kami hadapi, perang, mempertahankan diri, apa sebenarnya peran dari gereja tersebut? Apa mereka menyediakan lapangan pekerjaan? Banyak dari mereka yang sebenarnya pencuri, beberapa gereja hanyalah sarang bandit,” ungkap Kagame, dikutip dari TRT Afrika.

Pada 2018, Rwanda mengharuskan gereja untuk menunjukkan bahwa mereka sejalan dengan nilai-nilai negara. Dengan itu, semua donasi dari jamaah gereja harus melalui saluran resmi dari pemerintah. 

2. Kagame inginkan kontrol penuh gereja di Rwanda

Sejumlah pengamat melihat bahwa alasan utama penutupan ribuan gereja Evangelika di Rwanda ini sebagai upaya kontrol. Pemerintahan Kagame takut akan pengaruh dari gereja di Rwanda. 

“Tidak ada rival dari pengaruh pemerintah Rwanda. Alhasil, partai penguasa geram ketika ada organisasi atau individu yang berhasil menunjukkan pengaruhnya di Rwanda,” ungkap Analis Politik di Kigali, Louis Gitinywa, dilansir Arab News.

Sebelumnya, Kagame juga sempat menyebut bahwa gereja hanyalah sebuah peninggalan kolonialisme. Menurutnya, kolonialisme adalah periode sejarah yang masih menjadi masalah bagi negaranya. 

3. Terdapat dua gereja di Rwanda yang ditutup pada 2024

Pada 2024, sudah ada dua gereja yang ditutup oleh pemerintah Rwanda. Pastor Sam Rugira menyebut, penutupan gerejanya karena tidak sesuai dengan standar keamanan dan mayoritas berdampak pada gereja Evangelikal. 

“Kami tidak memahami regulasi dari pemerintah. Mereka seharusnya bekerja sama dengan gereja untuk meringkus hal buruk dan membantu kami memenuhi persyaratan, terutama soal donasi yang menjadi pegangan gereja untuk bertahan,” katanya. 

Selain itu, Pastor Julienne Kabanda juga melayangkan protes atas keputusan pemerintah setempat. Ia bahkan sudah mengumpulkan massa untuk memprotes di BK Arena di Kigali ketika izin operasional gerejanya dicabut. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team