Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, dalam World Economic Forum 2024. (twitter.com/@KSAmofaEN)
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, dalam World Economic Forum 2024. (twitter.com/@KSAmofaEN)

Jakarta, IDN Times – Arab Saudi kembali mengecam pengepungan di Gaza utara dengan melabelinya sebagai tindakan genosida, Kamis (31/10/2024). Langkah itu membuat Saudi semakin tak siap untuk menormalisasi hubungan dengan Israel yang telah dimediasi oleh Amerika Serikat (AS).

Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, mengatakan tindakan Israel di Gaza utara dapat digambarkan sebagai bentuk genosida yang memicu siklus kekerasan. Ia mengatakan, kerajaan tidak akan mengakui Israel tanpa adanya negara Palestina.

”Kita lihat saja apa yang terjadi sekarang di utara Gaza. Mereka mengalami blokade total terhadap akses barang-barang kemanusiaan, ditambah dengan serangan militer yang terus-menerus tanpa jalur nyata bagi warga sipil untuk menemukan tempat berlindung untuk menemukan zona aman," katanya dalam sebuah konferensi, dilansir The New Arab.

Ia menambahkan bahwa tindakan Israel kini melanggar hukum humaniter internasional dan masih terus memperburuk kekerasan.

1. Israel klaim telah melanjutkan pengiriman makanan ke Gaza

Pendistribusian bantuan kemanusiaan kepada warga Gaza di tengah konflik Hamas dan Israel. (twitter.com/@UNRWA)

Di Yerusalem, tidak ada tanggapan langsung dari kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, atas permintaan komentar.

Pemerintah Israel mengatakan telah melanjutkan pengiriman makanan ke Gaza dan menyalahkan PBB karena gagal memberi makan warga Gaza. AS pada Oktober telah memperingatkan Israel bahwa mereka harus memfasilitasi peningkatan pengiriman bantuan ke Gaza atau berisiko melanggar hukum AS.

Perang Israel di Gaza telah menewaskan 43.204 orang dan menyebabkan 101.641 orang terluka. Serangan yang secara terus menerus mengakibatkan sebagian besar wilayah kantong itu rusak atau hancur.

2. Kerja sama Saudi dan AS masih berjalan mulus di tengah ketegangan regional

Pertemuan puncak antara AS dan negara-negara Arab di Jeddah, Arab Saudi pada Sabtu, 16 Juli 2022. (Twitter.com/Foreign Ministry of Saudi Arabia)

Adapun kerja sama Saudi dengan AS masih berjalan sebagaimana sebelumnya, meskipun kawasan kini mengalami ketidakstabilan.

Kedua negara sedang menjajaki serangkaian perjanjian mengenai energi nuklir, keamanan, dan kerja sama pertahanan, yang awalnya merupakan bagian dari kesepakatan normalisasi yang lebih luas dengan Riyadh dan Israel.

"Beberapa perjanjian kerja sama pertahanan yang lebih penting jauh lebih rumit. Kami tentu akan menyambut baik kesempatan untuk menyelesaikannya sebelum masa jabatan pemerintahan Joe Biden berakhir, tetapi itu bergantung pada faktor-faktor lain di luar kendali kami," kata Faisal.

Para menteri Biden sebelumnya membayangkan negosiasi normalisasi hubungan Saudi dan Israel berlangsung dengan tiga arah. Negosiasi itu akan memberikan imbalan berupa komitmen keamanan kerja sama nuklir AS.

Menlu AS, Antony Blinken, mengatakan pada Mei bahwa kedua negara hampir menyelesaikan serangkaian perjanjian. Namun, mereka memperingatkan agar normalisasi dapat dilanjutkan kembali.

 

3. Arab Saudi juga makin dekat dengan Iran

Delegasi Arab Saudi bertemu utusan Iran pada pertemuan menteri program BRICS Friends di Afrika Selatan, Jumat 2 Juni 2023. (twitter.com/KSAmofaEN)

Sementara itu, hubungan Saudi dengan Iran juga semakin membaik setelah normalisasi yang dibantu China tahun lalu. 

Pekan lalu, kedua negara mengadakan latihan militer bersama, yang diadakan di Teluk Oman dan menjadi yang pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.

“Saudi telah meminta kami untuk menyelenggarakan latihan gabungan di Laut Merah,” kata komandan angkatan laut Iran, Shahram Irani, dilansir Times of Israel.

Profesor dari Middle East Studies Institute di Shanghai International Studies University, Zhu Weilie, menyebut bahwa latihan bersama tersebut menunjukkan bahwa Timur Tengah kini telah kehilangan kepercayaan terhadap AS.

”AS berulang kali gagal menepati janjinya dengan tindakan konkret, akan sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari negara-negara regional, negara-negara berkembang, dan negara-negara di belahan bumi selatan, sehingga kredibilitas AS di negara-negara Teluk akan menurun,” kata Zhu, dilansir Global Times.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team