Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Jakarta, IDN Times - Situasi Jakarta yang sempat mencekam pada 21 Mei malam hingga 23 Mei dini hari dijadikan alasan pemerintah untuk membenarkan pemblokiran terbatas terhadap tiga media sosial milik Mark Zuckerberg yaitu Instagram, Facebook dan WhatsApp.

Pengumuman ini disampaikan dalam pernyataan tertulis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Rabu (22/5). Media sosial memang seakan menjadi teritorial yang belum pernah terjamah bagi otoritas negara karena sifatnya yang sangat terbuka. Namun, pertanyaannya tentu saja adalah bagaimana cara meregulasinya tanpa mengancam kebebasan berpendapat.

1. Beberapa pemerintah yang demokratis berpikir untuk mengendalikan media sosial

Perdana Menteri Australia Scott Morrison. (ANTARA FOTO/AAP Image/Mick Tsikas/via REUTERS)

Tendensi negara-negara demokratis untuk mulai mengatur internet sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Australia dan Selandia Baru bahkan sudah telah melakukan pembicaraan untuk merumuskan tipe regulasi yang tepat menyusul penembakan di Christchurch pada Maret lalu.

Seperti dilaporkan New York Times, kedua negara mengajukan proposal yang isinya antara lain adalah memperlakukan Facebook dan Twitter seperti penerbit di mana mereka harus menyeleksi setiap konten sebelum diunggah; memenjarakan petinggi media sosial ketika gagal menghalau ujaran kebencian; dan meminta pertanggungjawaban mereka jika publik dirugikan.

Intervensi pemerintah, menurut Perdana Menteri Australia Scott Morrison, adalah hal wajar. "Perusahaan media sosial besar punya tanggung jawab untuk mengambil setiap tindakan yang memungkinkan untuk memastikan produk teknologi mereka tak dieksploitasi oleh teroris," ujarnya. Ia yakin "harus ada hukum" yang mengatur internet.

2. Chad punya catatan sebagai negara paling gemar menyensor media sosial di tahun politik

Editorial Team

Tonton lebih seru di