ilustrasi vaksin rabies. (IDN Times/Arief Rahmat)
Penundaan vaksinasi sejumlah negara Eropa seperti Islandia, Norwegia, Spanyol, dan Italia, bermula dari laporan otoritas kesehatan Denmark setelah ditemukan seorang perempuan meninggal akibat penggumpalan darah setelah menerima inokulasi AstraZeneca.
AstraZeneca memastikan bahwa vaksin tersebut telah melalui berbagai uji klinis sehingga aman digunakan. Mereka juga menegaskan, tidak ditemukan bukti bahwa efek samping dari vaksin asal Inggris ini menyebabkan penggumpalan darah.
Sejauh ini, di seluruh Uni Eropa dan Inggris, terdapat 15 kejadian DVT dan 22 kejadian emboli paru yang dilaporkan setelah menerima vaksin non-AstraZeneca. Artinya, kejadian DVT atau emboli paru setelah menerima AstraZeneca lebih rendah dari kejadian yang telah muncul setelah disuntikkan vaksin berlisensi lainnya.
AstraZaneca mengungkap kembali proses uji klinis yang harus mereka lewati. Setidaknya, mereka telah melakukan 60 pengujian dengan melibatkan lebih dari 20 laboratorium independen.
“Jumlah kasus pembekuan darah yang dilaporkan lebih rendah daripada ratusan kasus yang diperkirakan di antara populasi umum," tutur Kepala Petugas Medis AstraZeneca, Ann Taylor.
Dia menambahkan, “sifat pandemik telah meningkatkan perhatian dalam kasus individu, dan kami telah melampaui praktik standar untuk pemantauan keamanan obat-obatan berlisensi dalam melaporkan kejadian vaksin, untuk memastikan keamanan publik.”