Ilustrasi kamp pengungsi. (Unsplash.com/Julie Ricard)
Dilansir Associated Press, saat ini separuh dari wilayah Burkina Faso berada di luar kendali pemerintah karena dikuasai kelompok pemberontak yang terkait dengan Al-Qaeda dan ISIS. Serangan pemberontak telah menewaskan ribuan orang dan membuat lebih dari 2 juta orang mengungsi dalam salah satu krisis yang paling terabaikan di dunia.
Setidaknya 4.500 orang, rata-rata 19 setiap hari, tewas tahun ini dalam serangan oleh kelompok bersenjata di negara tersebut, menurut Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata, sebuah lembaga nirlaba yang berbasis di AS.
Pada Minggu, Menteri Keamanan Burkina Faso Mahamadou Sana mengatakan pemerintah menanggapi serangan itu dengan dukungan dari darat dan udara.
"Kami tidak akan menerima kebiadaban seperti itu di wilayah tersebut," ujarnya, menambahkan pemerintah telah mengarahkan bantuan medis dan kemanusiaan kepada semua yang terkena dampak dan pihak berwenang berkomitmen untuk melindungi nyawa.
Kekerasan di Burkina Faso telah memicu dua kudeta pada tahun 2022. Kapten Ibrahim Traore, pemimpin junta, mengajak para pengkritik untuk bergabung dengan militer sebagai hukuman, ia juga meminta warga sipil untuk membantu militer dalam upaya keamanan. Satuan tugas sipil, Relawan untuk Pertahanan Tanah Air (VDP), sudah bekerja sama erat dengan militer.
Wassim Nasr, seorang spesialis Sahel dan peneliti senior pada kelompok pemikir keamanan Soufan Center, mengatakan pemberontak aktif karena kontrol yang tidak efektif atas wilayah yang berbatasan dengan Mali dan Niger, yang juga berjuang melawan serangan kekerasan. Dia menyampaikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan keamanan negara dan VDP menyebabkan lebih banyak orang bergabung dengan pemberontak.