Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anas al-Sharif (x.com/@AnasAlSharif0)
Anas al-Sharif (x.com/@AnasAlSharif0)

Intinya sih...

  • Al-Sharif bergabung dengan Al Jazeera sekitar 2 tahun lalu, dikenal sebagai jurnalis berani dan luar biasa.

  • Meninggalkan istri dan dua anak kecil, terpaksa berpisah dari mereka dalam waktu yang lama karena harus meliput di wilayah utara Gaza.

  • Al-Sharif kerap menerima ancaman dan fitnah dari Israel, termasuk tuduhan terafiliasi dengan Hamas yang telah dibantah oleh al-Sharif dan Al Jazeera.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Lima jurnalis Al Jazeera terbunuh dalam serangan Israel di Kota Gaza pada Minggu (10/8/2025). Korban termasuk koresponden Anas al-Sharif, yang telah banyak memberitakan situasi perang sejak awal konflik.

Al-Sharif bersama empat rekannya, koresponden Mohammed Qreiqeh, juru kamera Ibrahim Zaher dan Moamen Aliwa serta Mohammed Noufal tewas ketika serangan Israel menghantam tenda mereka di luar Rumah Sakit al-Shifa. Dua orang lainnya juga tewas dalam serangan itu, termasuk jurnalis lepas Mohammed al-Khalidi.

Serangan terhadap para jurnalis ini langsung memicu kecaman keras dari komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Qatar yang menjadi markas Al Jazeera, dan kelompok kebebasan pers.

Sementara itu, Israel membela diri dengan menuduh al-Sharif sebagai pemimpin sel Hamas tanpa menyertakan bukti. Tuduhan tersebut sebelumnya telah dibantah tegas oleh al-Sharif, Al Jazeera, dan kelompok pegiat hak asasi media.

1. Al-Sharif bergabung dengan Al Jazeera sekitar 2 tahun lalu

Al-Sharif merupakan salah satu jurnalis Al Jazeera yang paling menonjol di Gaza. Ia dipuji atas perannya dalam menyampaikan suara rakyat Palestina di tengah gempuran bom dan blokade Israel terhadap wilayah tersebut.

Dilansir dari MEE, jurnalis berusia 28 tahun ini dianugerahi Penghargaan Pembela Hak Asasi Manusia dari Amnesty International Australia atas ketangguhan dan komitmennya terhadap kebebasan pers, serta liputannya yang dinilai berani dan luar biasa.

Meski telah dikenal luas bahkan di kalangan audiens Barat, al-Sharif berasal dari latar belakang sederhana di Kamp Pengungsi Jabalia, Gaza utara. Lulusan Universitas Al-Aqsa ini termasuk di antara beberapa jurnalis lokal yang bergabung dengan Al Jazeera pada awal perang.

Hanya dua bulan setelah meliput konflik, ayahnya tewas dalam serangan Israel yang menghantam rumah keluarganya pada Desember 2023. Ia juga menyaksikan kematian beberapa rekannya serta mendokumentasikan secara langsung pengalamannya menghadapi kelaparan.

“Ia bekerja sepanjang perang di dalam Gaza, melaporkan setiap hari tentang situasi warga dan serangan-serangan yang terjadi di Gaza,” kata Salah Negm, direktur pemberitaan Al Jazeera English, kepada BBC.

2. Meninggalkan istri dan dua orang anak

Raed Fakih, manajer input di saluran berbahasa Arab Al Jazeera, menyebut al-Sharif sebagai sosok yang berani, berdedikasi, dan jujur. Karakter inilah yang membuatnya sukses sebagai jurnalis dengan ratusan ribu pengikut media sosial dari seluruh dunia.

"Dedikasinya membawanya ke tempat-tempat yang tidak berani dikunjungi oleh reporter lain, terutama tempat-tempat yang menjadi saksi pembantaian terburuk. Integritasnya membuatnya tetap setia pada pesannya sebagai jurnalis," ungkap Fakih.

Sementara itu, Mohamed Moawad, redaktur pelaksana Al Jazeera, menggambarkannya sebagai satu-satunya suara yang tersisa di Kota Gaza, yang rencananya akan diduduki oleh Israel.

Al-Sharif meninggalkan seorang istri dan dua anak yang masih kecil, yaitu Sham yang berusia 4 tahun dan Salah yang berusia 1 tahun. Ia terpaksa berrpisah dari mereka dalam waktu yang lama karena harus meliput di wilayah utara Gaza.

Pada Januari 2025, ia mengunggah foto bersama kedua anaknya di media sosial Instagram. Dalam keterangannya, ia menulis bahwa itu adalah pertama kalinya ia bertemu putranya, Salah, setelah 15 bulan perang.

3. Al-Sharif kerap terima ancaman dan fitnah dari Israel

Pada Oktober 2024, Israel mengklaim bahwa al-Sharif termasuk di antara enam jurnalis Palestina yang terafiliasi dengan Hamas. Tuduhan ini telah berulang kali dibantah oleh al-Sharif dan Al Jazeera.

Menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York, juru bicara militer Israel berbahasa Arab, Avichay Adraee, secara khusus meningkatkan serangan daring terhadap jurnalis tersebut pada hari-hari menjelang pembunuhannya. Pada 24 Juli, CPJ menyerukan perlindungan terhadap al-Sharif dalam menghadapi kampanye kotor Israel.

“Kami sangat prihatin atas ancaman berulang yang dilontarkan juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, terhadap koresponden Al Jazeera di Gaza, Anas al-Sharif, dan menyerukan kepada komunitas internasional untuk melindunginya,” kata Direktur Regional CPJ, Sara Qudah, pada saat itu.

Al-Sharif mengatakan kepada CPJ bahwa serangan Israel terhadap dirinya disebabkan oleh liputannya yang merugikan dan merusak citra mereka di mata dunia.

“Mereka menuduh saya sebagai teroris karena pendudukan ingin membunuh saya secara moral. Saya hidup dengan perasaan bahwa saya bisa dibom dan syahid kapan saja," ujarnya.

Menurut kelompok kebebasan pers Reporters Without Borders (RSF), hampir 200 jurnalis tewas sejak perang Israel di Gaza meletus pada Oktober 2023. Sementara itu, total warga Palestina yang tewas di wilayah tersebut mencapai 61.599 orang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team