Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi penipuan (pexels.com/Tara Winstead)
ilustrasi penipuan (pexels.com/Tara Winstead)

Intinya sih...

  • RUU Hukum Pidana Singapura memberlakukan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan online.

  • Penipuan merupakan kejahatan paling umum di Singapura dengan kerugian mencapai 3,7 miliar dolar Singapura.

  • Desakan hukuman lebih berat dari anggota parlemen untuk pelaku kejahatan siber.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Parlemen Singapura resmi mengesahkan amandemen hukum pidana yang akan memberlakukan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan online, termasuk mereka yang terlibat dalam sindikat kejahatan siber. Langkah tegas ini diumumkan pada Selasa (4/11/2025) sebagai upaya menekan kasus penipuan yang terus meningkat dan merugikan masyarakat secara luas.

Dikutip dari Channel News Asia, Menteri Senior Negara untuk Urusan Dalam Negeri dan Luar Negeri, Sim Ann, menyebut bahwa perubahan hukum ini menandai komitmen pemerintah untuk melindungi warga dari kejahatan digital.

“Pelanggaran yang ada saat ini tidak memberikan sanksi kepada korban yang sebenarnya,” ujarnya di depan parlemen, menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau situasi dan memperketat aturan bila diperlukan.

1. Hukuman menurut undang-undang bagi pelaku penipuan

ilustrasi hukuman cambuk (commons.wikimedia.org/Alavoine)

Dalam RUU Hukum Pidana (Amandemen Lain-lain), disebutkan bahwa pelaku penipuan dan anggota sindikat yang berperan aktif dapat dijatuhi hukuman cambuk antara enam hingga 24 kali. Bahkan, mereka yang memfasilitasi penipuan, seperti penyedia akun Singpass, kartu SIM, atau rekening pembayaran, dapat dikenai hukuman cambuk hingga 12 kali.

Undang-undang ini juga memperjelas tanggung jawab bagi individu yang memberikan alat penipuan tanpa sengaja namun gagal mencegah penyalahgunaan. Hukuman tambahan seperti penjara dapat dijatuhkan bila ada unsur kelalaian berat.

“Kami ingin memastikan setiap pelaku, dari yang utama hingga pendukung, tidak lolos dari tanggung jawab hukum,” kata Sim Ann.

2. Penipuan jadi kejahatan paling umum di Singapura

Ilustrasi penipuan online (unsplash.com/Lindsey LaMont)

Dalam penjelasan resminya, Sim Ann menegaskan bahwa penipuan merupakan kejahatan paling umum di Singapura, dengan angka kasus yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Antara tahun 2020 hingga pertengahan 2025, terdapat 190.000 kasus penipuan dengan total kerugian mencapai 3,7 miliar dolar Singapura (2,8 juta dolar AS).

Kasus-kasus ini bahkan mencakup 60 persen dari seluruh kejahatan yang dilaporkan di negara tersebut. Ia menyamakan kerugian akibat penipuan dengan biaya pembangunan proyek besar seperti Woodlands Health Campus. “Kita tidak boleh membiarkan para penipu menghancurkan tabungan masyarakat,” tegasnya.

3. Desakan hukuman lebih berat dari anggota parlemen

ilustrasi penjara (pexels.com/RDNE Stock project)

Beberapa anggota parlemen turut mendesak hukuman yang lebih berat terhadap pelaku kejahatan siber. Anggota Partai Aksi Rakyat (PAP) dari Jurong Central, Xie Yao Quan, bahkan membandingkan kejahatan penipuan dengan narkoba. “Jika narkoba menghancurkan kehidupan, penipuan menghancurkan tabungan,” ucapnya.

Menanggapi hal itu, Sim Ann menyatakan bahwa pendekatan pemerintah akan tetap dikalibrasi agar adil. Ia menjelaskan bahwa tidak semua kurir atau perantara penipuan memiliki tingkat kesalahan yang sama, sehingga pengadilan diberikan diskresi untuk menentukan penerapan hukuman cambuk berdasarkan fakta kasus.

Pemerintah juga membuka opsi hukuman penjara tambahan hingga 12 bulan sebagai pengganti cambuk bagi pelaku berusia di atas 50 tahun. Dengan langkah ini, Singapura menegaskan komitmennya dalam memperkuat hukum dan menjaga keamanan digital warganya.

Editorial Team