Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi isolasi diri. (Unsplash.com/Önder Örtel)
Ilustrasi isolasi diri. (Unsplash.com/Önder Örtel)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Skotlandia pada Rabu (5/1/2022) mengumumkan pengurangan waktu isolasi COVID-19 dari 10 hari menjadi 7 hari. Kebijakan itu mulai berlaku pada Kamis (6/1/2022). 

Perubahan ini membuat Skotlandia menerapkan waktu isolasi yang sama dengan Inggris, Wales, dan Irlandia Utara. Skotlandia saat ini sedang mengalami lonjakan kasus yang didominasi varian Omicron.

1. Kontak dekat yang telah divaksinasi lengkap tidak perlu isolasi

Ilustrasi isolasi diri. (Unsplash.com/Önder Örtel)

Melansir Evening Standard, pasien positif COVID-19 di Skotlandia dapat mengakhiri waktu isolasi dalam waktu tujuh hari, dengan catatan mereka tidak demam dan dua kali negatif dalam tes aliran lateral pada hari keenam dan ketujuh isolasi.

Dalam perubahan aturan ini, mereka yang berkontak dekat dengan pasien positif tidak perlu lagi menjalani isolasi selama 10 hari, tapi harus melakukan tes aliran lateral selama tujuh hari dan mengisolasi jika ada yang positif. Aturan ini hanya belaku untuk yang berusia di bawah 18 tahun empat bulan dan mereka yang telah divaksinasi lengkap, termasuk booster.

Skotlandia juga melakukan perubahan aturan yang membuat orang yang positif dari tes aliran lateral tidak perlu lagi melakukan tes PCR untuk mengonfirmasi hasilnya, bila tidak memiliki gejala.

Pemerintah Skotlandia sebelumnya telah didesak untuk mengurangi waktu isolasi. Tapi, Menteri Pertama, Nicola Stuergeon, sebelumnya menolak karena menilai perubahan dapat berdampak buruk dan perubahan baru dilakukan setelah pemerintah menilai isolasi menyebabkan tekanan yang lebih buruk pada ekonomi.

Pengurangan masa isolasi ini disambut dengan senang oleh sektor bisnis. Pasalnya, beberapa sektor dilaporkan mengalami kekurangan pekerja karena harus melakukan isolasi.

2. Jumlah orang yang dirawat di rumah sakit meningkat 80 persen

Ilustrasi pasien COVID-19 yang mendapat perawatan di rumah sakit. (Pexels.com/RODNAE Productions)

Melansir dari BBC, Skotlandia telah mengalami lonjakan infeksi imbas varian Omicron selama periode Natal dan Tahun Baru. 

Pada 29 Desember 2021, Skotlandia mencatatkan 21.397 kasus baru, yang merupakan jumlah harian tertinggi di Skotlandia selama pandemik. Pada Selasa pekan ini, dilaporkan ada 16.103 kasus baru.

Pada saat Tahun Baru, Skotlandia melaporkan jumlah rata-rata kasus baru setiap hari hampir mencapai 15 ribu. Dua minggu sebelumnya rata-rata kasus hanya mencapai lebih dari 5 ribu. Peningkatan kasus saat ini merupakan lonjakan paling tinggi di Skotlandia.

Kebanyakan kasus yang dilaporkan merupakan varian Omicron, yang sekarang mendominasi hampir semua kasus COVID-19 di Skotlandia, dengan perkiraan lebih dari 91 persen kasus.

Peningkatan kasus yang terjadi telah memicu lonjakan pasien COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit. Diperkirakan peningkatan hingga 80 persen selama seminggu terakhir, dari 679 menjadi 1.223 kasus, meskipun jumlah orang dalam perawatan intensif secara umum stabil, dengan 42 pasien.

Karena perubahan tingkat infeksi jauh lebih cepat dari kasus yang harus dirawat di rumah sakit, maka tekanan terhadap rumah sakit akan semakin meningkat pekan depan atau lebih.

3. Pemerintah dituduh memakai data lama untuk mempertahankan pembatasan

Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon. (Twitter.com/First Minister)

Melansir The Guardian, Sturgeon mendapat tekanan dari oposisi atas penggunaan data COVID-19 yang dilakukan John Swinney, yang merupakan menteri pemulihan COVID-19. Dia dituduh menggunakan data lama sebagai acuan mempertahankan pembatasan Skotlandia.

Menurut Douglas Ross, pemimpin Konservatif Skotlandia, Swinney menggunakan data yang tidak benar untuk memengaruhi politik. Sebaliknya, Sturgeon justru menyangkal Swinney karena menggunakan data yang tidak akurat.

Alex Cole-Hamilton ketua Demokrat Liberal Skotlandia dan Jackie Baillie wakil pimpinan partai Buruh menyampaikan, Sturgeon terancam kehilangan dukungan politik kecuali membuktikan kualitasnya dalam penanganan pandemik. 

Swinney juga dianggap bersalah karena menjanjikan data baru akan rilis pada Rabu untuk menunjukkan berapa banyak pasien yang dirawat akibat COVID-19, bukan karena alasan medis lainnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team