Ibu kota negara bagian Darfur Utara, El-Fasher, telah dikepung oleh RSF selama berbulan-bulan, menyebabkan semua operasi bantuan di wilayah tersebut hampir lumpuh dan kamp pengungsian Zamzam di dekatnya berada di ambang kelaparan. Sementara itu, di wilayah timur yang dikuasai tentara, kamp, sekolah, dan bangunan umum lainnya dipenuhi oleh pengungsi yang terpaksa bertahan hidup sendiri.
Menurut PBB, kedua pihak menggunakan kelaparan sebagai senjata perang. Pihak berwenang secara rutin menghalangi akses bantuan melalui hambatan birokrasi, sementara RSF mengancam dan menyerang pekerja bantuan.
“Kelaparan yang terus terjadi adalah tragedi yang disebabkan oleh manusia. Setiap penundaan, setiap truk yang diblokir, setiap izin yang tertunda adalah hukuman mati bagi keluarga yang tidak bisa menunggu satu hari lagi untuk mendapatkan makanan, air, dan tempat berlindung,” kata Egeland.
Namun, terlepas dari semua hambatan tersebut, ia yakin bantuan kemanusiaan dapat menjangkau seluruh pelosok Sudan.
"Para pihak yang terlibat konflik ahli dalam menakuti kita, dan kita ahli dalam merasa takut," ujarnya, seraya mendesak PBB dan lembaga lainnya untuk lebih tegas dan menuntut akses bantuan.