Demonstrasi anti-militer di Omdurman, Khartoum, Sudan, pada 30 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah
Sementara, ketika dulu warga non-Muslim dilarang mengonsumsi alkohol, kini pemerintah menegaskan bahwa aturan itu sudah tidak berlaku lagi. Namun, seperti dilaporkan BBC, pemerintah tetap akan melarang warga Muslim untuk minum alkohol. Non-Muslim yang ketahuan mengonsumsi alkohol dengan orang Muslim juga akan kena hukuman.
Menurut Abdulbari dalam suatu konferensi pers, peraturan baru ini sebagai cara untuk tetap melindungi hak-hak warga non-Muslim meski secara jumlah mereka adalah kelompok minoritas. Pemerintah juga mengizinkan mereka untuk mengimpor dan menjual alkohol.
"Kami berniat menghancurkan semua jenis diskriminasi yang dibuat oleh rezim lama dan bergerak maju menuju kesetaraan kewarganegaraan dan transformasi demokratis," kata Abdulbari.
Berikutnya, pemerintah menghapus Undang-undang yang mengharamkan warga negara untuk meninggalkan keyakinan atau pindah agama. Keputusan tersebut sangat mendapatkan sorotan apalagi setelah ada seorang perempuan Sudan yang dihukum karena meninggalkan Islam.
Perempuan bernama Meriam Ibrahim itu divonis hukuman mati dengan cara digantung pada 2014 setelah memutuskan tak lagi memeluk Islam dan menikahi seorang laki-laki Kristen. Ia bahkan melahirkan di dalam penjara. Situasi ini mendapat kecaman dari komunitas internasional.
Meriam berhasil lolos dari hukuman tersebut, tapi aturan larangan meninggalkan keyakinan masih ada ketika al-Bashir berkuasa. Abdulbari mengatakan aturan itu adalah ancaman terhadap keamanan dan keselamatan masyarakat sehingga dicabut.