Pengumuman dari Gazprom terkait pemutusan pasokan gas ke Moldova ditengarai adanya hutang yang belum dibayarkan. Bahkan pembayaran gas yang belum dibayarkan mencapai 709 juta dolar AS atau Rp 10 triliun.
Sementara itu, pihak Gazprom mengutarakan bila keputusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan politik, melainkan perusahaan hanya tidak ingin menyediakan pasokan gas lantaran nantinya akan mengalami kerugian. Akan tetapi, media Barat menyebut jika ini merupakan bentuk hukuman bagi Moldova yang telah memilih presiden pro Barat.
Keputusan ini tentu mengakibatkan Moldova semakin terdesak lantaran tengah mengalami krisis gas alam menjelang musim dingin. Pasalnya, kontrak yang sudah disetujui sejak 2008 lalu itu sudah berakhir pada September lalu dan belum juga ada titik terang untuk perpanjangan kontrak.
Penyebab utama belum adanya keputusan lantaran tingginya harga gas alam dari Gazprom. Bahkan, perusahaan gas yang berbasis di St Petersburg itu sudah memberikan diskon hingga 25 persen tetapi Moldova masih meminta diskon 50 persen, dilansir dari RT.