Tensi Meningkat! Warga Kosovo Serbia Blokade Jalan di Perbatasan

Jakarta, IDN Times - Warga etnis Serbia yang tinggal di Kosovo Utara menggelar demonstrasi dan pemblokiran jalan di perbatasan Serbia-Kosovo pada Sabtu (10/11/2022). Aksi ini menyulut tensi dan menambah panjang rentetan insiden di perbatasan kedua negara dalam satu tahun terakhir.
Sebulan lalu, warga di Mitrovica, Kosovo Utara sudah menggelar demonstrasi setelah parlemen dan polisi dari etnis Serbia menggelar resign massal. Bahkan, dalam demonstran itu, demonstran turut menyanyikan lagu kebangsaan Serbia dan mengenakan baju adat Serbia.
1. Warga protes atas penangkapan mantan polisi etnis Serbia
Pemblokiran ini dilakukan oleh ratusan warga di jalan akses pintu perbatasan utama Serbia-Kosovo. Warga memblokir jalan dengan memarkirkan truk, ambulans, traktor untuk menutup seluruh badanjalan di tengah memanasnya tensi kedua negara.
Menurut keterangan dari media lokal, warga marah setelah mengetahui kabar penangkapan mantan anggota polisi dari etnis Serbia. Ia ditahan karena diduga terlibat kasus penyerangan kepada polisi Kosovo.
Dilaporkan Euronews, demonstran meminta agar pemerintah Kosovo tidak menangkap mantan anggota kepolisian dari etnisnya yang telah mundur dan menolak mereka ditransfer ke Pristina untuk diadili.
Beberapa hari ini terdengar suara ledakan dan tembakan di beberapa kota di perbatasan Serbia-Kosovo. Kerusuhan ini mengakibatkan seorang anggota kepolisian dari etnis Albania terluka dan pemerintah menambah jumlah polisi di lokasi tersebut.
2. Serbia ingin kerahkan 1.000 tentara ke Kosovo
Perdana Menteri Serbia Ana Brnabic, pada Jumat (9/12/2022), menyerukan pengiriman 1.000 tentara Serbia ke area mayoritas etnis Serbia di Kosovo. Ia mengklaim bahwa nyawa warga minoritas etnis Serbia terancam.
Brnabic menuding sekitar 4.000 tentara penjaga perdamaian NATO yang dijuluki KFOR gagal melindungi warga etnis Serbia dari ancaman dan hinaan dari aparat keamanan Kosovo. Selain itu, ia menyebut Perdana Menteri Kosovo, Albin Kurti berniat menciptakan perang baru.
"Kami hampir meminta pengembalian tentara kami ke Kosovo di bawah resolusi 1244, karena KFOR tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Penduduk etnis Serbia tidak merasa aman dan nyawa mereka terus terancam, termasuk anak-anak di taman kanak-kanak," paparnya, dilansir Associated Press.
3. Kosovo sebut Serbia berniat membuka agresi militer di negaranya
Pemerintah Kosovo pada saat yang sama mengatakan bahwa segala bentuk tindakan dari Serbia adalah bentuk agresi. Pihaknya menegaskan bahwa ini merupakan indikasi keinginan Serbia untuk merusak instabilitas di Balkan Barat.
"Kosovo adalah negara merdeka dan berdaulat. Maka dari itu, segala bentuk keinginan untuk merusak ketentraman adalah bentuk agresi. Terakhir kali tentara dan polisi Serbia di Kosovo sebelum berakhirnya Perang Kosovo tahun 1999," tutur pemerintah Kosovo.
"Ketika itu, terdapat tekanan yang berujung pada kasus genosida di Kosovo. Kemudian ada intervensi dari kemanusiaan internasional yang memberikan kedamaian di sini dan mengusir mereka dari Kosovo," imbuhnya.
Presiden Kosovo, Vjosa Osmani membalas pernyataan dari Belgrade dan menyebut bahwa tidak boleh ada lagi tentara dan polisi Serbia yang melangkahkan kakinya di tanah Kosovo.
"Ancaman terbuka dari polisi dan agresi militer dari Serbia membuktikan bahwa kebijakan hegemonik terus berlanjut di negara itu. Ini seharusnya ditentang dan dilawan oleh seluruh negara demokratik di dunia," ungkap Osmani.