Ilustrasi palu pengadilan. (Pexels.com/Sora Shimazaki)
Pada Jumat, Amnesty International menyebut keputusan pengadilan sebagai langkah pertama yang tertunda, tapi krusial menuju keadilan bagi mereka yang menderita apa yang disebutnya sebagai penggunaan kekuatan berlebihan pada protes tahun 2004.
“Para korban dan orang-orang yang mereka sayangi telah menghabiskan hampir dua dekade menunggu keadilan dan pertanggungjawaban atas kejahatan kejam yang dilakukan. Pihak berwenang Thailand harus segera menegakkan keputusan pengadilan dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan undang-undang pembatasan kasus tidak berakhir," kata kelompok itu.
Amnesty International juga mengatakan setidaknya salah satu terdakwa harus dibawa ke pengadilan untuk mendengarkan dakwaan paling lambat pada 25 Oktober agar kasusnya dapat terus dilanjutkan.
Pornpen Khongkachonkiet, pengacara yang mewakili salah satu penggugat dalam kasus ini menegaskan terdakwa masih harus hadir di pengadilan sebelum undang-undang pembatasan habis agar sidang dapat dilanjutkan. Dia mengatakan pengadilan akan mengeluarkan panggilan kepada para terdakwa untuk hadir pada 12 September, tapi khawatir mereka mencoba menunda dan menghindari kehadiran sampai undang-undang pembatasan habis.
Anchana Heemmina, direktur Duay Jai Group, lembaga nirlaba yang memantau pelanggaran hak asasi manusia di wilayah selatan Thailand, mengatakan dia khawatir terdakwa mungkin akan terhindar dari pengadilan. Namun, tetap menyambut baik keputusan hari Jumat, ia yakin itu dapat membantu memulihkan kepercayaan terhadap pengadilan di kalangan umat Muslim di Thailand selatan.
“Mereka merasa pemerintah Thailand atau militer tidak ingin melindungi Muslim Melayu yang merupakan warga sipil di negara ini dan merasa kami adalah kelas dua. Sekarang, untuk kasus Tak Bai hari ini, ini adalah langkah awal yang kecil untuk membuat masyarakat percaya dan yakin pada sistem peradilan,” kata Anchana.