Jakarta, IDN Times - Tragedi jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH-17 di Ukraina pada 2020 memasuki tahun keenam. Namun, hingga kini korban belum juga memperoleh keadilan lantaran belum ada satupun pihak yang menembak jatuh pesawat komersial itu, dijadikan tersangka. Dalam tragedi memilukan itu, sebanyak 298 penumpang, termasuk 7 WNI di dalamnya tewas usai rudal jenis BUK menghantam bagian depan pesawat.
Tiga pilot yang berada di dalam kokpit langsung tewas seketika. Sementara, puing-puing pesawat dan jenazah korban berjatuhan di Kota Donetsk, area konflik antara Ukraina dengan Rusia.
Badan Keselamatan Belanda dalam laporannya tahun 2015 lalu jelas menyebut BUK merupakan rudal buatan Rusia. Apalagi lokasi jatuhnya MH-17 berada di kota Donetsk, yang notabene dikuasai oleh kelompok pemberontak pro Rusia.
Tetapi, di saat bersamaan, Almaz-Antey, produsen peluru kendali Rusia menjelaskan rudal jenis BUK yang ditembakan ke pesawat maskapai Negeri Jiran itu terlalu usang untuk digunakan. Direktur Almaz-Antey, Yan Novikov berdalih rudal itu buatan tahun 1968. Sedangkan, peluru kendali Rusia mempunyai daya simpan hingga 25 tahun.
Saling lempar tanggung jawab ini terus terjadi kendati Maret lalu digelar persidangan di Belanda untuk mencari tahu siapa pelaku di balik penembakan MH-17. Persidangan digelar di Belanda karena dari tragedi itu, penumpang paling banyak merupakan warga negara mereka. Jumlahnya mencapai 189 orang. Pesawat MH-17 itu lepas landas dari Bandara Schipol Amtserdam menuju ke Kuala Lumpur.
Persidangan yang digelar perdana pada 9 Maret 2020 lalu itu menetapkan tiga warga Rusia dan satu warga Ukraina sebagai terdakwa. Siapa empat terdakwa itu dan apa peran mereka dalam penembakan jatuh MH-17 enam tahun lalu?