Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Donald Trump Umumkan Kapal Perang Baru AS Bernama Trump
Donald Trump berpidato di sebuah rapat umum di Fountain Hills, Arizona tanggal 19 Maret 2016 (Gage Skidmore, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Trump sebut kapal perang bagian dari “Golden Fleet” yang akan memperkuat dominasi Angkatan Laut AS dengan teknologi mutakhir dan ukuran kapal yang lebih besar dari generasi sebelumnya.

  • Sorotan soal tradisi dan aturan militer, pengumuman ini langsung memicu pertanyaan soal tradisi penamaan kapal Angkatan Laut AS yang biasanya dinamai berdasarkan tokoh sejarah, negara bagian, atau nilai-nilai nasional.

  • Media Inggris menilai rencana ini lebih dari sekadar proyek pertahanan, penamaan kapal perang dengan nama Trump bisa dibaca sebagai upaya membangun warisan personal melalui institusi militer.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Donald Trump kembali memicu kontroversi setelah mengumumkan rencana pembangunan kapal perang baru Amerika Serikat yang akan menyandang namanya sendiri. Pernyataan yang disampaikan pada Senin (22/12/2025) tersebut, langsung disorot media internasional karena dinilai tidak lazim dalam tradisi militer AS.

Sejumlah media besar menilai langkah ini sarat simbol politik dan berpotensi menuai perdebatan etika. Isu ini pun ramai dibahas karena menyentuh soal kekuasaan, militer, dan citra personal seorang presiden.

1. Trump sebut kapal perang bagian dari “Golden Fleet”

Donald Trump Menandatangani Perintah Eksekutif "No Men in Women's Sports" Menjadi Undang-Undang pada 5 Februari 2025 ( The White House, Public domain, via Wikimedia Common)

Melansir The Guardian, Trump menyebut proyek kapal perang baru itu sebagai bagian dari rencana besar yang ia sebut “Golden Fleet”. Armada ini diklaim akan memperkuat dominasi Angkatan Laut AS dengan teknologi mutakhir dan ukuran kapal yang lebih besar dari generasi sebelumnya.

Dalam pernyataannya, Trump juga menyinggung kebanggaan nasional sebagai alasan di balik penamaan tersebut. Namun, laporan The Guardian mencatat bahwa ide menamai kapal perang dengan nama presiden yang masih hidup tergolong sangat jarang.

2. Sorotan soal tradisi dan aturan militer

Presiden Donald Trump menyampaikan pidato pelantikan (The Trump White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Menurut The Washington Post, pengumuman ini langsung memicu pertanyaan soal tradisi penamaan kapal Angkatan Laut AS. Selama ini, kapal perang biasanya dinamai berdasarkan tokoh sejarah, negara bagian, atau nilai-nilai nasional, bukan presiden aktif atau figur politik kontroversial.

Sejumlah analis pertahanan yang dikutip media tersebut menilai langkah Trump berpotensi menabrak norma tidak tertulis di tubuh militer. Pentagon sendiri disebut belum memberikan penjelasan rinci soal mekanisme resmi penamaan kapal tersebut.

3. Media Inggris nilai langkah Trump sarat simbol politik

Presiden Donald J. Trump, didampingi Wakil Presiden Mike Pence dan anggota Gugus Tugas Virus Corona Gedung Putih, menyampaikan sambutan pada pengarahan perkembangan virus corona pada hari Minggu, 15 Maret 2020, di Ruang Pengarahan Pers James S. Brady, Gedung Putih. (The White House from Washington, DC, Public domain, via Wikimedia Commons)

Sementara itu, The Times menilai rencana ini lebih dari sekadar proyek pertahanan. Media Inggris tersebut menyoroti bagaimana penamaan kapal perang dengan nama Trump bisa dibaca sebagai upaya membangun warisan personal melalui institusi militer. Laporan itu juga menyinggung potensi kritik dari oposisi politik dan kalangan veteran. Dalam konteks internasional, langkah ini dinilai dapat memengaruhi persepsi sekutu maupun rival AS.

Rencana penamaan kapal perang baru dengan nama Trump menunjukkan bagaimana isu pertahanan bisa bersinggungan langsung dengan politik personal. Sorotan dari The Guardian, The Washington Post, dan The Times memperlihatkan bahwa langkah ini bukan sekadar proyek militer biasa. Perdebatan soal tradisi, etika, dan simbol kekuasaan pun tak terelakkan. Ke depan, keputusan resmi pemerintah AS akan menentukan apakah rencana ini benar-benar terealisasi atau berhenti sebagai wacana kontroversial.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team