Potret manampakkan pemandangan kota Jerussalem. Foto: Pixabay.com/696188
Melansir dari media Daily Sabah, pernyataan kekecewaan Turki disampaikan langsung oleh Kementerian Luar Negeri dalam dua pernyataan terpisah. Pernyataan tersebut mengutip berbagai resolusi PBB yang menekankan bahwa Yerussalem masih merupakan permasalahan diantara Palestina-Israel yang hanya dapat diselesaikan bila Palestina merdeka, berdaulat, dan berkelanjutan secara geografis dengan Yerussalem Timur sebagai ibu kotanya, berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967.
Hingga kini, tindakan Israel yang menduduki Yerussalem Timur masih belum mendapatkan pengakuan komunitas internasional dan bahkan ketika Amerika Serikat pada Desember 2017 mengakui Yerussalem sebagai ibu kota untuk Israel, hal itu telah memicu kontroversi yang sangat besar.
"Kami menyerukan semua negara untuk mematuhi resolusi PBB yang diadopsi mengenai masalah ini, menghormati status sejarah dan hukum Yerusalem, dan menahan diri dari langkah-langkah yang akan membuat resolusi konflik Israel-Palestina semakin sulit," kata kementerian mengingatkan dalam pernyataan tertulis Sabtu malam (05/09).
"Telah berulang kali ditekankan dalam berbagai resolusi PBB bahwa masalah Palestina hanya dapat diselesaikan dengan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," lanjutnya, menggarisbawahi bahwa negara manapun yang berniat untuk memindahkan kedutaannya ke Yerussalem, maka jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.
Pihak kementerian lalu melanjutkan dengan merilis pernyataan terpisah pada Minggu setelahnya (06/09) yang menyoroti keputusan Kosovo sangat disayangkan oleh Turki, serta mengingatkan Kosovo kembali bahwa Turki adalah salah satu negara pertama yang mengakui Kosovo saat mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 2008 dan mendukung negara tersebut untuk diakui oleh komunitas internasional, sementara Israel tidak. Turki juga menyerukan Kosovo untuk menghormati hukum karena langkah-langkah kontroversial –seperti membuka kedubes di Yerussalem-, dapat semakin menghambat Kosovo untuk diakui oleh negara lain di masa depan.