Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (DedaSasha, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (DedaSasha, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa Tel Aviv tidak punya pilihan selain melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza. Ia bersikeras tidak akan mengakhiri perang sebelum menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera. 

Netanyahu menyebut penolakan Hamas terhadap proposal gencatan senjata terbaru dari Israel sebagai alasan berlanjutnya serangan di Gaza. Dalam proposal itu, Israel Hamas untuk meletakkan gencata senjata tanpa menawarkan penghentian perang secara permanen.

“Jika kami menyerah pada tuntutan Hamas sekarang, semua pencapaian luar biasa yang diperoleh tentara kami, pahlawan kami yang gugur, dan pahlawan kami yang terluka, pencapaian itu akan hilang begitu saja,” kata pemimpin Israel tersebut dalam pidato yang disiarkan pada Sabtu (19/4/2025) malam.

Sejauh ini, lebih dari 51.200 warga Palestina telah tewas akibat serangan brutal Israel sejak Oktober 2023. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

1. Netanyahu disebut tidak punya rencana untuk bebaskan sandera

Pidato Netanyahu disampaikan di tengah meningkatnya protes di dalam negeri terhadap operasi militer yang berlangsung di Gaza. Hampir 140 ribu warga Israel, termasuk tokoh militer, telah menandatangani petisi yang menuntut tercapainya kesepakatan gencatan senjata untuk memulangkan para sandera, meskipun itu berarti harus mengakhiri perang.

Menanggapi pernyataan Netanyahu, Markas Forum Keluarga Sandera menuding perdana menteri tersebut tidak punya rencana untuk membebaskan sandera.

"Tidak mengherankan tidak ada waktu untuk pertanyaan, jika ada, ia harus menjawab satu pertanyaan dasar: Apa yang sebenarnya dilakukan Israel untuk segera memulangkan semua 59 sandera?" kata mereka.

Pada Sabtu, sayap bersenjata Hamas, Brigade al-Qassam, mengatakan bahwa nasib sandera Israel-Amerika (AS), Edan Alexander, kini tidak diketahui setelah salah satu penjaganya ditemukan tewas akibat serangan Israel. Kelompok tersebut sebelumnya mengaku telah kehilangan kontak dengan para anggotanya yang menahan Alexander setelah Israel menyerang lokasi mereka.

2. Demonstrasi terus berlangsung di Israel

Pada Minggu (20/4/2025), keluarga para sandera kembali mengadakan demonstrasi di sepanjang perbatasan Israel-Gaza untuk menuntut pertukaran tahanan dengan warga Palestina.

"Kami tidak akan meninggalkan kalian, kalian sangat dekat, tapi juga sangat jauh," kata Sylvia Cunio, ibu dari sandera David dan Ariel Cunio, dalam unjuk rasa di dekat pemukiman Nir Oz di perbatasan Gaza.

Ilana Gritzewsky, istri dari Matan Zangauker, yang masih ditahan di Gaza, juga mendesak pemerintah untuk segera mencapai kesepakatan yang dapat memulangkan para sandera.

"Jika kamu bisa mendengarkan, Matan, jangan menyerah. Jangan kehilangan harapan. Seluruh bangsa berjuang agar kamu bisa kembali," ujarnya, dikutip dari Anadolu.

Hamas sebelumnya telah membebaskan 33 sandera Israel dan Thailand selama gencatan senjata 2 bulan yang dimulai Januari 2025. Namun, gencatan senjata itu runtuh setelah Israel melanjutkan pengeboman terhadap Gaza pada 18 Maret. Saat ini, sebanyak 59 sandera diperkirakan masih berada di Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup.

3. Seluruh sandera tidak mungkin dipulangkan melalui satu kesepakatan

Sesaat sebelum pidato Netanyahu pada Sabtu, juru bicaranya, Omer Dostri, mengatakan bahwa tidak mungkin untuk memulangkan semua sandera dalam satu kesepakatan. 

“Saat ini, tidak mungkin untuk membuat satu kesepakatan ‘semua untuk semua’, karena Hamas menuntut diakhirinya perang dan penarikan pasukan dari Gaza," kata Dostri kepada Channel 12 News.

Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, menilai komentar Dostri sebagai pengakuan bahwa pemerintah Israel telah menyerah dalam upaya memulangkan para sandera. Ia pun mendesak Netanyahu untuk memberikan kejelasan mengenai sikap resmi pemerintah.

"Jika ini memang sikap resmi Perdana Menteri, maka ia harus berdiri dan menyatakannya sendiri. Jika bukan, maka ia harus meminta maaf atas nama juru bicaranya," tulisnya di media sosial, dikutip dari CNN.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorFatimah