Presiden Donald Trump menunjukkan halaman depan New York Post saat menandatangani perintah eksekutif untuk perusahaan media sosial di Ruang Oval Gedung Putih, di Washington, Amerika Serikat, pada 29 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst
Apa yang terjadi di platform tersebut merupakan hal baru. Ini bermula sesaat setelah Trump menuliskan twit mengenai penggunaan hak pilih melalui surat, mengingat Amerika Serikat sekarang sedang berjuang menghadapi pandemik COVID-19 yang membutuhkan jaga jarak fisik.
Dalam twit yang dikirim pada Selasa (26/5), Trump mengklaim cara ini akan memudahkan kecurangan dalam pemilihan umum. Twitter menandai cuitan Trump sebagai sesuatu yang "bisa menyesatkan pemilih" karena berisi klaim yang tidak berdasarkan bukti.
Sebagai respons, Trump menandatangani perintah eksekutif yang memungkinkan orang-orang, termasuk dirinya sebagai presiden, untuk menggugat media sosial jika ada kebijakan yang dinilai merugikan.
Trump menuduh Twitter menyensor kebebasan berpendapat dengan melabeli cuitannya sebagai klaim tanpa bukti. Ia bahkan mengancam menutup Twitter.
“Jika sah, jika itu bisa secara legal ditutup, saya bersedia melakukannya,” ucap donald Trump.