Dilansir Associated Press, Institut Studi Perang mengungkapkan adanya perbedaan utama antara tantangan yang dihadapi Israel dan Ukraina.
“Pasukan Rusia meluncurkan drone dan rudal dari seluruh wilayah Ukraina yang diduduki dan di dekat Ukraina dari dalam wilayah Rusia, sehingga memberikan waktu yang lebih sedikit bagi pertahanan udara Ukraina dibandingkan dengan yang digunakan Israel dan sekutunya untuk berhasil menumpulkan serangan massal rudal dan drone Iran,” kata lembaga think tank Washington dalam sebuah penilaian pada Minggu (14/4/2024) malam.
Pasukan Kremlin disebut kini memiliki intelijen yang lebih baik dan taktik baru dalam kampanye mereka untuk menghancurkan fasilitas listrik dan perekonomian Ukraina. Moskow juga tampaknya telah belajar bagaimana mengeksploitasi kesenjangan dalam pertahanan udara di wilayah tersebut.
Di sisi lain, Ukraina harus berjuang mengatasi kekurangan amunisi dan pasukan. Panglima militer Ukraina pada Sabtu (13/4/2024) mengatakan bahwa situasi medan perang di wilayah timur baru-baru ini semakin memburuk.
Adapun hambatan terbesar untuk mendapatkan lebih banyak pasokan pertahanan udara adalah tertundanya persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Washington untuk paket bantuan AS yang mencakup sekitar 60 miliar dolar AS (sekitar Rp977 triliun) untuk Ukraina.
“Habisnya pertahanan udara yang disediakan AS akibat tertundanya bantuan militer AS ke Ukraina ditambah dengan perbaikan taktik serangan Rusia telah meningkatkan efektivitas kampanye serangan Rusia di Ukraina,” kata Institut Studi Perang.