Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev. (Twitter.com/Shavkat Mirziyoyev's Press-service)
Olivier Ferrando, peneliti di Catholic University of Lyon di Prancis, mengatakan reformasi adalah langkah unggulan bagi Mirziyoyev dalam upaya emansipasi dari warisan pendahulunya Islam Karimov.
"Banyak analis melihat, dapat dipahami, upaya Mirziyoyev untuk tetap berkuasa tetapi akan memalukan untuk menolak teks ini hanya sebagai giliran otoriter," kata Ferrando, dilansir France 24.
Setelah Karimov meninggal, Mirziyoyev mempelopori serangkaian reformasi di Uzbekistan, termasuk larangan kerja paksa di ladang kapas. Namun, para aktivis mengatakan pelanggaran hak asasi tetap ada, dan pihak berwenang tidak menunjukkan tanda-tanda akan membiarkan oposisi politik muncul.
Tahun lalu, sedikitnya 21 orang tewas saat demonstrasi di kawasan otonom Karakalpakstan. Aktivis menuduh pihak berwenang menindak pengunjuk rasa dengan menggunakan kekuatan mematikan.
Ferrando mengatakan salah satu tujuan dari perubahan itu adalah untuk memberikan jaminan kepada masyarakat internasional atas perkembangan demokrasi di Uzbekistan.
"Kita harus melihat, tentu saja, apakah reformasi konstitusi ini akan mampu melampaui efek kosmetik sederhana dan diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat," tambahnya.