Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza (Jaber Jehad Badwan, CC BY-SA 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0>, via Wikimedia Commons)
Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza (Jaber Jehad Badwan, CC BY-SA 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0>, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Hanya 200-300 truk bantuan masuk ke Gaza setiap hari

  • Tedros minta Israel tidak mempolitisasi bantuan

  • Biaya untuk membangun kembali Gaza mencapai sekitar Rp1,12 kuadriliun

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, memperingatkan bahwa krisis kesehatan yang melanda Jalur Gaza bisa berlangsung hingga beberapa generasi mendatang.

Dalam wawancara dengan program Today di BBC Radio 4, Tedros mengungkapkan bahwa warga Gaza saat ini masih bergulat dengan kelaparan, cedera yang sangat parah, runtuhnya sistem kesehatan, serta merebaknya penyakit akibat hancurnya infrastruktur air dan sanitasi. Meskipun pasokan bantuan yang masuk ke Gaza telah meningkat sejak gencatan senjata mulai berlaku pada 10 Oktober, jumlahnya masih belum cukup untuk membangun kembali sistem layanan kesehatan di wilayah tersebut.

“Jika kita melihat kelaparan dan menggabungkannya dengan masalah kesehatan mental yang kini meluas, maka situasi ini merupakan krisis yang akan berdampak selama beberapa generasi mendatang," kata Tedros.

1. Hanya 200-300 truk bantuan yang masuk ke Gaza setiap hari

Pada Selasa (21/10/2025), Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa lebih dari 6.700 ton makanan telah masuk ke Gaza sejak 10 Oktober, tapi jumlah tersebut masih jauh di bawah target 2 ribu ton per hari. Untuk mencapai target, badan tersebut mendesak Israel untuk membuka lebih lebih banyak titik penyeberangan, selain Karem Abu Salem di selatan dan al-Karara di bagian tengah Gaza, dilansir dari Al Jazeera.

"Enam ratus truk bantuan seharusnya tiba setiap hari di Gaza, tetapi rata-ratanya hanya antara 200 dan 300," kata Tedros, seraya meminta otoritas Israel untuk memisahkan urusan bantuan kemanusiaan dari konflik yang lebih luas.

Ia juga mengatakan bahwa pasokan yang diperuntukkan bagi pemulihan sistem kesehatan di Gaza telah disita di perbatasan karena otoritas Israel menilai barang-barang tersebut dapat digunakan untuk kepentingan militer.

“Jika Anda ingin membangun rumah sakit lapangan, Anda memerlukan terpal dan tiang untuk tenda. Jadi, jika tiang-tiang itu disita dengan alasan bisa memiliki fungsi ganda, maka tenda tersebut tidak bisa didirikan," ujarnya.

2. Tedros minta Israel tidak mempolitisasi bantuan

Pada Minggu (19/10/2025), Israel menghentikan sementara pengiriman bantuan setelah melaporkan bahwa dua tentaranya tewas akibat serangan Hamas di Gaza. Namun, kelompok Palestina itu mengaku tidak mengetahui adanya bentrokan tersebut. Militer Israel kemudian membalasnya dengan serangkaian serangan udara di Gaza, yang menewaskan puluhan warga Palestina. Pengiriman bantuan dilanjutkan kembali keesokan harinya menyusul tekanan dari komunitas internasional.

Tedros mengatakan bahwa bantuan kemanusiaan tidak boleh dipolitisasi, dan menyerukan kepada Israel agar tidak memberlakukan syarat apa pun dalam pengirimannya, termasuk terkait pengembalian jenazah sandera Israel yang masih berada di Gaza.

Hamas telah berkomitmen untuk mengembalikan jenazah para sandera sesuai dengan perjanjian gencatan yang didukung oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Namun sejauh ini, mereka baru berhasil memulangkan 15 dari 28 jenazah, dengan alasan bahwa proses pencarian terhambat oleh meluasnya kehancuran di Gaza dan berlanjutnya kendali militer Israel di sejumlah wilayah.

Sementara itu, 20 sandera Israel yang masih hidup telah dibebaskan oleh Hamas pekan lalu dengan imbalan hampir 2 ribu warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

“Akses bantuan harus sepenuhnya terbuka dan tidak boleh ada syarat apa pun, terutama setelah seluruh sandera yang masih hidup telah dibebaskan dan sebagian besar jenazah telah diserahkan. Saya tidak menyangka akan ada pembatasan tambahan," ujar Tedros.

3. Biaya untuk membangun kembali Gaza mencapai sekitar Rp1,12 kuadriliun

Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Gaza sebagai respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyebabkan 251 lainnya di sandera. Sejak itu, sedikitnya 68.229 warga Palestina tewas akibat serangan Israel di Gaza, sementara sebagian besar wilayah tersebut hancur dan penduduknya terjebak dalam krisis kemanusiaan.

PBB sebelumnya memperkirakan bahwa biaya untuk membangun kembali Gaza dapat mencapai 70 miliar dolar AS (sekitar Rp1,12 kuadriliun). Menurut Tedros, sekitar 10 persen dari jumlah tersebut perlu dialokasikan untuk memperbaiki sistem kesehatan yang mengalami kerusakan parah.

"Kami sudah lama mengatakan bahwa perdamaian adalah obat terbaik. Gencatan senjata yang ada saat ini sangat rapuh, dan beberapa orang masih kehilangan nyawa bahkan setelah gencatan itu diberlakukan karena sempat beberapa kali dilanggar," ujarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team