Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam pertemuan dengan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus di Kantor WHO, Swiss, Selasa 20 Mei 2025. (IDN Times/Uni Lubis)
Dalam berbagai kesempatan, termasuk di sejumlah acara yang digelar dalam rangkaian
pertemuan puncak WHA ke-78 tahun kali ini, Menkes Budi memang rajin menjelaskan
pentingnya Dana Pandemi (Pandemic Fund) dan Perjanjian Pandemi (Pandemic Treaty).
Hajatan WHA ke-78 berlangsung di Palais de Nations, kantor pusat Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) di Jenewa, berlangsung 19-27 Mei 2025.
Menkes Budi hadir selama 2,5 hari, karena dia tiba di Jenewa menjelang sore 19 Mei 2025. Selain pidato di Paripurna WHA, Budi jadi pembicara di sembilan sesi pendamping yang digelar selama WHA 78. Delegasi Indonesia ikut serta, baik sebagai pembicara maupun penanggap dan peserta di 92 sesi pendamping WHA 78.
“Ketika saya diangkat jadi menteri kesehatan di tengah pandemi COVID-19, saya melihat
dua problem besar yang kami hadapi saat itu. Pertama, gak punya duit. Kedua, kalaupun ada duit, bagaimana menggunakan dana itu untuk mengakses peralatan medik, vaksin dan obat- obatan untuk kondisi darurat saat itu. Sangat sulit bagi kami untuk mendapatkan pakaian pelindung bagi tenaga medis, ventilator, apalagi vaksin,” ujar Budi, saat bicara di sesi “Membangun Ketahanan: Pendekatan Lokal dan Regional Untuk Kesiapan Pandemik dan Keamanan Kesehatan” yang digelar di kediaman Duta Besar Prancis di Jenewa, Senin (19/5/2025).
Di depan 200-an peserta, Budi memaparkan, pengalaman Indonesia yang juga dialami
banyak negara saat itu, mendorong mulai dibahas Dana Pandemi (Pandemic Fund) dalam
pertemuan menteri Kesehatan negara anggota G-20 di Italia, yang menjadi presidensi G-20
2021. Pembahasan dilanjutkan dan disepakati saat G20 presidensi Indonesia 2022.
“Pandemic Fund ini ibarat Dana Moneter Internasional, IMF, disaat terjadi krisis keuangan
global,” kata Budi. Tetapi, ada dana darurat saja tidak cukup.
“Kita perlu struktur yang bisa menjamin setiap negara dapat hak yang setara dalam mengakses kebutuhan medical darurat saat terjadi krisis. Di sini muncul ide Perjanjian Pandemi (Pandemic Treaty), katanya.
Dia menambahkan, "Bagi kita di sini yang saat itu terlibat dalam penanganan pandemi, kita pasti paham bahwa dana pandemi dan kesepakatan pandemi adalah dua pilar utama yang dibutuhkan oleh arsitektur kesehatan dunia saat terjadi krisis serupa, sebagaimana dunia keuangan memiliki IMF dan Bank Dunia yang membantu dunia, saat terjadi krisis keuangan global. Dan, akses itu harus setara, sehingga semua negara, apalagi negara miskin bisa mengakses perlengkapan medis, terapi maupu vaksin yang dibutuhkan."