TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[OPINI] Pasukan Dapur di Balik Layar 'Balada Si Roy'

Di Balik Layar Film Balada Si Roy

Dokumen Pribadi Firman Venayaksa

Tim yang nyaris tidak pernah terlihat di lokasi syuting adalah bagian catering. Mereka memang tidak berurusan langsung dengan hiruk-pikuk pengambilan gambar, tetapi bisakah dibayangkan jika sehari saja emak-emak  yang masak di dapur untuk seluruh kru dan pemain itu demo dan mogok kerja? Daya rusaknya bisa selevel dengan Abidzar atau Febby Rastati jika kedua pemeran utama itu sakit gigi.

Seperkasa apapun kekuasaan sutradara ketika membuat film, sehebat apapun acting talent dan semua kru yang ada, tidak akan bisa berdaya jika pasokan makanan terlambat datang. Urusan perut harus diselesaikan secara bermartabat, tepat waktu dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Belum lagi dengan urusan selera yang berbeda-beda. Si A meminta jangan ada makanan yang pedas.

Si B alergi dengan udang, ikan laut dan tidak suka ayam negri. Si C meminta semua makanan harus direbus. Kalau urusan kopi, Si D minta kopi dari biji arabica dengan suhu temperatur antara 90-96 derajat celcius. Jadi, kata siapa hanya kru di lokasi syuting yang bisa stres dan bertengkar dengan segala problematikanya? Emak-emak di dapur juga punya drama tersendiri dan jika mereka tertekan, bukan hanya marah. Urusannya, panci, penggorengan, pisau dapur, seledri, daun bawang, bisa berterbangan seperti sapu terbang ala Harry Potter. Jika sudah seperti itu, siapa yang bisa melerai, mbambang?

Di balik dapur

instagram.com/sabilal27

Untunglah hingga minggu kedua syuting film Balada Si Roy, pasukan dapur masih bisa mengendalikan diri dan bahkan lebih solid dibandingkan hari-hari pertama mereka datang ke lokasi. Menurut PA Catering, Yogi Putra (Igoy), jumlah tim ini sebanyak 23 orang yang terdiri atas PA catering, chef, helper, dan PU catering. Mereka dibagi ke dalam beberapa shift yang menyesuaikan dengan waktu makan: pagi, siang dan malam.  Setiap sesi, mereka harus menyiapkan sekitar 250-300 nasi kotak. Artinya dalam waktu sehari, mereka harus menyelesaikan sekitar 900 nasi kotak. Jumlah ini sangat relatif, tergantung kebutuhan di lokasi syuting.

Igoy menambahkan bahwa perubahan jumlah itu menyesuaikan dengan talent dan ekstras yang memang berbeda-beda tiap scene. “Kami membutuhkan data ril di lapangan sehingga tidak sampai kekurangan atau kelebihan,” ungkapnya. Belum lagi ketika lokasi syuting berada di ruang terbuka seperti terminal atau rumah padat penduduk, yang meminta jatah nasi kotak biasanya bertambah banyak. Menurut Igoy, pasukan dapur akan bekerja dua kali lipat jika jadwal syuting molor hingga larut malam. Ini yang paling ditakutkan oleh mereka karena mereka harus menyediakan “Makan Tengah Malam” (MTM) sementara di sisi lain, mereka juga sedang menyiapkan masakan untuk persiapan pagi hari.

Jadi untuk persiapan sarapan, mereka harus mulai masak pukul 20.00 dan harus diantar ke lokasi pukul 05.00. Untuk makan siang, mereka harus mulai masak pukul 01.00 dini hari dan harus diantar ke lokasi pukul 11.00. Untuk makan malam, mereka memasak pukul 08.00 dan diantar sekitar pukul 17.00. Jika melihat jadwal ketat seperti itu, tentu perlu sistem yang sangat ketat dan kerja sama yang betul-betul kokoh. Mereka sudah berusaha membagi shift, walaupun untuk urusan memasak, biasanya dilakukan bersama-sama.

Sekaitan dengan jadwal ketat itu, Igoy selalu berusaha mengingatkan kepada pasukan dapur agar tetap menjaga kesehatan dan jangan memaksakan diri jika sudah kelelahan. Namun, seperti yang diakuinya, perubahan syuting kadang tidak bisa dipastikan. Jika mereka sudah syuting hingga larut malam, alarm kegentingan mulai dibunyikan. Sekuat tenaga mereka menyiapkan MTM dengan segala tenaga yang dimiliki, termasuk bahan-bahan memasak yang bisa dilakukan dengan sangat cepat. Sebagai penanggung jawab catering, Igoy selalu berkoordinasi dengan Sabilal Muhtadin (Bilal), selaku Line Producer, agar memberitahu maksimal pukul 17.00 jika terlihat ada indikasi syuting hingga larut malam. Hal ini diakui oleh Bilal, “Di Rangkasbitung pasarnya tidak buka 24 jam sehingga jika ada syuting sampai larut, orang catering memang akan sedikit terpecah konsentrasinya.”   

Baca Juga: [OPINI] Role Model Syuting di Era Pandemi

Writer

Firman Venayaksa

Pengamat Youth Culture, dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya