Menangani Perubahan Iklim, Memperbaiki Nutrisi Generasi
Bermula dari petani, berujung pada kesehatan negeri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pemanasan global telah memicu perubahan iklim yang mengancam penduduk bumi. Cuaca ekstrem seperti hujan badai yang parah dan kekeringan berkepanjangan mengancam kehidupan manusia.
Hujan badai itu memicu banjir dan longsor yang menghancurkan tanaman para petani. Sedangkan kekeringan yang berkepanjangan, memicu peningkatan penyusutan lahan pertanian.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perubahan iklim yang meningkatkan peristiwa cuaca ekstrem ini merupakan alasan utama meningkatnya kelaparan dan gizi buruk secara global.
Tidak hanya sektor pertanian yang rusak, tetapi sektor perikanan dan peternakan juga menjadi kurang produktif. Terjadinya penurunan hasil panen dan rusaknya pertanian membuat petani tak bisa menyediakan bahan pangan bernutrisi kepada penerus generasi.
Semua negara di dunia terdampak perubahan iklim tersebut, termasuk di Indonesia. Ini bisa berujung fatal karena hancurnya sektor pertanian akibat perubahan iklim, dapat mengancam kurangnya pangan bernutrisi dan terjadinya gizi buruk pada generasi muda Indonesia, yang bisa berujung stunting.
Baca Juga: #G20 QRIS si Kunci Sukses Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia
Stunting dan keanekaragaman pangan
Menurut Kementerian Kesehatan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara tebesar keempat dengan kasus stunting di dunia. Menurut Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, angka stunting nasional pada 2021 mencapai 24,4 persen dari sekitar 23 juta balita yang disurvei.
Terjadi tren perbaikan karena sebelumnya pada 2019, angka stunting nasional mencapai 27,7 persen. Meski terjadi perbaikan, angka itu masih berada di bawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 20 persen.
Dari semua provinsi di Indonesia, hanya Bali yang memiliki kategori baik dengan angka stunting yang rendah.
Salah satu upaya vital dalam mencegah stunting adalah dengan ketersediaan pangan yang bernutrisi. Pemerintah Indonesia harus bisa menyediakan hal tersebut demi memperbaiki gizi generasi.
Posman Sibuea, Guru Besar Prodi Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Medan, dalam pendapatnya yang ditulis untuk Media Indonesia, mengatakan penganekaragaman pangan adalah salah satu solusinya. Ini dengan cara mengonsumsi pangan nonberas dengan sumber daya lokal.
Pemerintah diharapkan dapat mendorong pengembangan konsumsi karbohidrat lokal nonberas. Ini seperti sumber pangan yang berasal dari umbi-umbian dan sumber pangan lokal lain yang kaya karbohidrat.
Hanya saja, sejauh ini masyarakat Indonesia telah memiliki ketergantungan tinggi terhadap beras dan olahan terigu. Ironisnya untuk terigu yang dihasilkan dari gandum, sebagian besar produk tersebut dibeli dari luar negeri.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.