Millennial dan Gen Z belakangan kerap dilekatkan dengan isu kesehatan mental. Bahkan ada yang menjuluki kita sebagai “generasi anxiety” lah, “generasi insecure”, “generasi burnout”, dan masih banyak lagi. Frustasi yang dialami millennial dan gen Z disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah adanya hasrat yang luar biasa besar untuk bisa memiliki karier cemerlang, jadi sukses dan kaya raya, sekaligus bisa terus keep up dengan segala perkembangan zaman yang terjadi begitu cepat.
Udah gitu, sekarang ada pandemik COVID-19 yang secara psikologis juga terbukti mengusik kewarasan kita. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, kasus gangguan mental dan depresi di Indonesia mengalami peningkatan hingga 6,5 persen selama pandemik COVID-19 berlangsung. Gangguan psikologis yang dialami oleh sedikitnya 12 juta jiwa itu terjadi pada kelompok usia produktif rentang usia 15 tahun hingga 50 tahun.
Hal lainnya adalah keakraban kita dengan teknologi, khususnya media sosial. Sudah banyak penelitian yang bilang, media sosial itu berpotensi bikin depresi karena memunculkan pandangan keliru terhadap kehidupan orang lain. Namun di satu sisi, media sosial juga bisa jadi tempat buat membangun support system di saat kita belum paham, atau belum siap mencari pertolongan psikolog. Terpenting, tetap gunakan media sosial dengan bijak.