Bisa dikatakan, menjadi ibu di zaman dahulu maupun sekarang sama-sama memiliki tantangan yang berat. Di tengah gempuran persoalan ekonomi, maraknya digitalisasi di segala lini dan situasi pasca COVID-19, ibu membutuhkan kewarasan demi mengurus persoalan domestik rumah tangga dan karir agar tetap seimbang. Begitulah idealita yang diharapkan. Faktanya, perempuan tidak selalu sekuat itu.
Dilansir Kompas, penelitian Homewood Health United Kingdom menunjukkan bahwa 47 persen perempuan berisiko tinggi mengalami gangguan mental dibanding dengan 36 persen pria. Perempuan hampir dua kali lebih mungkin didiagnosis depresi dibandingkan dengan pria.
Pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Ike Herdiana, menyebut bahwa perempuan sering kali menghadapi banyak faktor pemicu masalah kesehatan mental. Itu sebabnya, perempuan apalagi yang sudah menjadi seorang ibu lebih rentan mengalami stres.
Dilansir DW, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyatakan bahwa stres dan tekanan yang dialami seorang ibu karena semua aktivitas berporos di rumah. Mulai dari urusan domestik seperti merapikan rumah, memasak, pekerjaan di dapur hingga bertanggungjawab terhadap anak yang belum sekolah hingga yang sudah sekolah.
Itu semua sungguh membuat jadwal seorang ibu penuh dalam sehari. Belum lagi jika ibu juga merangkap peran sebagai tulang punggung keluarga. Baik karena pasangan hidup sudah tiada maupun karena murni ingin aktualisasi diri. Bagaimanapun, bisa dipahami hidup di zaman sekarang butuh kemampuan finansial yang kokoh. Pendapatan suami tak selalu mencukupi sehingga ibu perlu ikut menopang keuangan keluarga di sela-sela waktu yang ada.
Pendapat tersebut senada dengan pernyataan dr. Rilla Fitrina Sp. KJ, seorang dokter spesialis kedokteran jiwa. Dilansir Halodoc, beliau menyatakan, stres dan depresi ternyata menjadi dua masalah kesehatan mental yang sangat rentan terjadi pada ibu. Stres merupakan kondisi ketika seseorang tidak mampu lagi mengatasi tekanan mental atau emosional yang dialaminya. Adapun stres yang terus bertumpuk dan tidak ditangani berkembang menjadi kondisi yang lebih buruk lagi yang dikenal sebagai depresi.