[OPINI] Mempertanyakan Solidnya NKRI, Kenapa Masih Sering Demo?

Gue gak suka sama pemimpin sekarang. Yuk Demo!
Menurut aku orang-orang harus sadar kalau kita sedang dijajah orang asing. Yuk Demo!
Biar kita didengar, yuk Demo!
Pemerintah sekarang gak adil, padahal dua tahun. Yuk Demo!
"Yuk Demo!" dengan mudahnya terlontar dari dalam mulut beberapa warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagaimana sebuah demo sudah bukan sebagai alat untuk memperbaiki, tapi sekarang sampaikan 'unek-unek'. Gak salah kok, tapi sudah mulai berlebihan. Ketika kita tidak suka dengan salah satu pemimpin daerah, maka demo untuk menurunkannya dilakukan besar-besaran.
Pesan-pesan untuk 'perang' pun bahkan dibuat. Tidakkah kita takut akan hal seperti itu. Justru mengkhawatirkan bukan? Jujur, dengan demo-demo ini ketakutan muncul dalam diri warga yang tidak ikut-ikutan. Takut apa? Ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Contoh sederhana sebuah demo yang bahkan sudah direncanakan jauh-jauh hari. Tepat 4 November mendatang Front Pembela Islam merecanakan demo besar-besaran terkait pengusutan dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Herannya, aksi tersebut terus-terusan dilakukan meski Gubernur telah mengunjungi kepolisian untuk menyelesaikan masalah.
Bukan hanya itu, demo yang sebelumnya pun terkesan berlebihan mengingat satu masa besar untuk 'menjatuhkan' seseorang saja. Istilahnya, kenapa usaha mereka begitu besar untuk menjatuhkan ketika musyawarah dengan kepala dingin bisa dilakukan. Justru aksi-aksi tersebut memunculkan kekhawatiran.
Hoax di internet dan kesiapan Polisi untuk menjaga keamanan.
Kekhawatiran itu muncul dari satu pihak yang terlalu berlebihan dalam menanggapi sesuatau. Realistis saja, bagaimana bisa kita tenang ketika mereka terus meneriakkan hal-hal aneh di luar nalar. Bukan hanya lewat sebuah demo, tapi rencananya. Rencana yang disebar melalui media sosial.
Kita tahu media sosial itu luas dan besar. Media sosial itu sangatlah kompleks dengan beragam orang di dalamnya. Semuanya bersembunyi dalam topeng akun. Akun-akun yang bisa saja sebarkan berita bohong atau isu hoax. Isu-isu tersebut justru membuat kita tidak tenang. Kita sendiri harusnya tidak lagi mudah terpengaruh.
Kita pintar, kita pengguna media sosial yang cerdas. Ingat bahwa kita bisa menyaring informasi terkait demo-demo dan isu hoax lainnya dengan mencari kebenarannya di internet. Hal serupa, dikutip dari Liputan6.com, memang telah diingatkan oleh polisi. Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar sudah menyebut kalau masyarakat tidak boleh mudah terhasut atau terprovokasi informasi yang belum jelas serta menyesatkan.
Menjaga kebersamaan, itu yang diimbau oleh Boy. Terutama menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang sudah menuai banyak kontroversi dari berbagai kubu. Boy sendiri inginkan Pilkada yang aman.
"Jaga bersama keutuhan bangsa kita, NKRI. Kami sangat berharap sekali semua elemen masyarakat, mari kita bersatu dalam kebersamaan," ujar Boy.
Menjaga keutuhan NKRI.
Demo-demo itu tidak penting. Kita harus sadar kalau sebuah demo itu untuk memberikan aspirasi demi kebaikan bangsa. Bukan sebagai bentuk ketidaksukaan kita pada orang. Demo tidak dapat dijadikan sebagai pemicu kericuhan yang harusnya tidak terjadi. Demo itu tidak harus berlebihan sampai membuat jalanan macet atau membuat orang khawatir.
Ya, itu realita yang harus kita hadapi sekarang. Demo yang jadi alat untuk menciptakan masa besar demi menjatuhkan seseorang. Bukan menyampaikan aspirasi yang bermanfaat bagi kita semua. Kita mau menyebut negara kita kesatuan dan solid, sementara masih banyak orang yang memecah diri. Mereka tidak peduli dengan pendapat orang lain dan selalu menjunjung kekerasan di atas segalanya.
Apakah kamu mau menjadi bagian dari demo itu? Tidak kan? Kenapa tidak menyampaikan aspirasi dengan tenang dan masa yang tidak mengkhawatirkan. Indonesia itu bisa maju, tapi butuh orang-orang yang lebih cerdas. Tidak main otot, tapi otak.