Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi keluarga dengan banyak anak
Ilustrasi keluarga dengan banyak anak (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Mendidik anak lebih dari sekadar rezeki: Zaman dulu, pendidikan formal tidak semahal sekarang. Sementara kini, biaya pendidikan semakin meningkat, menuntut perencanaan finansial yang matang.

  • Generasi sekarang tak lagi hidup di era yang sama dengan orang tua: Kondisi ekonomi hari ini tak menentu, membuat membesarkan anak menjadi sulit tanpa dukungan finansial dan mental yang cukup.

  • Punya anak bukan sekadar soal jumlah, tapi kualitas dalam pengasuhan: Cara pola asuh juga mempengaruhi kehidupan anak. Generasi sekarang sadar bahwa menjadi orang tua melibatkan kesadaran dan kesiapan mental.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kalimat "banyak anak banyak rezeki" dulu jadi pegangan banyak keluarga di Indonesia. Sangking eratnya, kalimat ini dipegang secara turun temurun bahkan kalau ada keluarga yang hanya memiliki satu anak kerap kali diperintah untuk menambah anak. Anak seringkali dianggap sebagai sumber kebahagiaan, penopang kehidupan di masa tua dan simbol kesuksesan sebuah rumah tangga. Namun, generasi sekarang mulai mempertanyakan, benarkah punya anak selalu identik dengan rezeki?

Ditengah kondisi iklim serta keadaan ekonomi hari ini yang tidak menentu dan harga-harga kebutuhan sehari-hari naik. Sementara, pendapatan cenderung di bawah gaji upah minimum regional, yang semakin membuat konsep tersebut tidak realistis.

1. Mendidik anak lebih dari sekadar rezeki

Ilustrasi perencanaan finansial (freepik.com/freepik)

Zaman dulu, pendidikan formal tidak semahal sekarang. Sementara kini, sejak bayi lahir orang tua sudah harus memikirkan biaya sekolah hingga duduk di bangku perkulihan yang semakin tahun semakin meningkat. Belum lagi biaya les tambahan untuk mendukung pendidikan tersebut yang tak sedikit pula.

Rezeki memang bisa datang dari mana saja, tapi tanpa perencanaan finansial yang matang, anak akan tumbuh dalam tekanan ekonomi keluarga.

2. Generasi sekarang tak lagi hidup di era yang sama dengan orang tua

Ilustrasi gen z (freepik.com/freepik)

Ketika orang tua dulu mengatakan kalau banyak anak tentu akan banyak rezeki, karena mereka hidup di era dimana harga kebutuhan masih setara dengan pendapatan juga lapangan pekerjaan yang tak sesusah sekarang. Namun, keadaan ekonomi hari ini tak menentu, kebutuhan sehari hari harganya makin melambung tinggi, sementara gaji yang diterima relatif kecil.

Membesarkan anak satu saja agaknya sulit, apalagi lebih dari dua anak. Tapi, kalau mampu membesarkan satu anak dengan dukungan finansial yang cukup serta mental yang siap itu bisa saja dikatakan dengan rezeki besar. Bukan berarti satu anak lebih baik, ini tergantung pada pilihan dan kondisi finansial serta mental masing-masing.

3. Punya anak bukan sekadar soal jumlah, tapi kualitas dalam pengasuhan

Ilustrasi seorang anak (unsplash.com/nienkeburgers)

Selain kondisi finansial yang memadai, cara pola asuh juga mempengaruhi kehidupan seorang anak. Maka, jika memiliki banyak anak tanpa dibarengi dengan kemampuan mengasuh yang baik, tentu akan memunculkan berbagai persoalan. Sebagai contohnya, tidak terpenuhinya emosional anak, anak kurang kasih sayang sehingga akan cenderung haus validasi dari sekitar dan banyak hal lainnya.

Generasi sekarang lebih sadar, bahwa menjadi orang tua tidak hanya melahirkan, tapi juga mendidik dengan kesadaran serta kesiapan mental.

4. Rezeki tak selalu soal anak

Ilustrasi anak yang baru lahir (unsplash.com/dtrinksrph)

Banyak orang yang mengatakan kalau anak sumber kebahagiaan dan kesuksesan sebuah rumah tangga. Apabila ada seorang pasangan yang belum dikaruniai anak, mereka akan dianggap belum bisa bahagia serta belum mencapai kesuksesan. Padahal setiap orang punya definisi kesuksesan serta kebahagiaan sendiri. Menyeragamkan soal pilihan hidup itu bentuk nirempati.

Bicara tentang rezeki, rezeki tak hanya soal anak tapi bisa berupa kesempatan, kesehatan, keuangan juga karier yang stabil, atau bahkan ketenangan batin. Mengaitkan makna rezeki dengan jumlah anak justru menyempitkan makna luas dari kata tersebut. Untungnya, generasi sekarang makin paham makna dari rezeki yang sifatnya luas dan hasilnya bisa dari keseimbangan antara kerja keras, doa dan kebijaksanaan dalam memutuskan soal hidup.

Konsep "banyak anak banyak rezeki" ini lahir dari konteks sosial serta ekonomi masa lalu yang sudah berbeda jauh dari realitas hari ini. Jadi, konsep tersebut sudah tak relevan lagi bagi generasi sekarang. Bukan berarti punya anak itu salah, tapi setiap keluarga berhak menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan dan kesiapan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team