- Menstruasi merupakan proses biologis yang sangat normal. Siklusnya terjadi dalam rentang waktu antara 24 hingga 38 hari dengan durasi yang berlangsung sekitar 2 hingga 7 hari. Jadi, menstruasi bukan sesuatu yang kotor atau menjijikkan, melainkan proses alami pada sistem reproduksi perempuan.
- Selama siklus menstruasi, sebagian perempuan mengalami perubahan fisik, hormon, dan emosional. Oleh karena itu, gejala-gejala seperti kram perut, mudah lelah, atau perubahan suasana hati tidak boleh dianggap sepele.
- Karena menstruasi itu normal, membicarakannya pun bukan suatu hal yang memalukan. Diskusi terkait menstruasi perlu diperluas demi mendukung kesejahteraan fisik dan mental perempuan.
- Meski tidak mengalami menstruasi, laki-laki tetap perlu dilibatkan dalam topik menstruasi untuk melawan stigma sosial dan budaya yang telah mengakar.
- Pemahaman dan dukungan nyata sangat berarti bagi kenyamanan semua orang. Lingkungan yang sehat dan suportif pun dapat terwujud.
[OPINI] Pentingnya Membahas Topik Menstruasi Tanpa Tabu di Kalangan Laki-Laki

Anak perempuan akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya setelah memasuki usia remaja. Pada tahap ini, mereka akan mulai diajari seputar topik menstruasi, seperti menjaga kebersihan atau memilih produk menstruasi yang nyaman. Anak perempuan biasanya belajar dari ibu atau saudara perempuan mereka di rumah.
Ya, topik menstruasi memang lebih sering dibahas di kalangan perempuan. Sebab, proses biologis ini secara alami hanya terjadi kepada perempuan. Kendati demikian, topik ini tidak serta-merta menjadi tidak penting bagi laki-laki. Percakapan konstruktif tentang menstruasi akan lebih baik jika dibahas tanpa tabu, baik di kalangan perempuan maupun laki-laki.
1. Kenapa topik tentang menstruasi terasa tabu di kalangan laki-laki?

Menstruasi merupakan proses biologis yang normal terjadi kepada perempuan. Namun, darah yang keluar dari vagina sering kali dianggap negatif oleh sebagian besar masyarakat. Menstruasi dipandang kotor dan menjijikkan yang pada akhirnya menimbulkan stigma sosial.
Maureen C. McHugh pernah membahas isu ini dalam buku The Palgrave Handbook of Critical Menstruation Studies (2020). Pada bab ke-32 berjudul "Menstrual Shame: Exploring the Role of ‘Menstrual Moaning'" dijelaskan bahwa komunikasi tentang topik menstruasi terasa tabu karena adanya batasan dari sosial dan budaya. Selama ini, anak perempuan diajarkan untuk menjaga kerahasiaannya.
Konstruksi sosial memandang menstruasi sebagai sesuatu yang memalukan, sehingga dianggap tidak pantas dibicarakan di depan umum maupun di ranah pribadi. Stigma itulah yang membuat topik ini menjadi tabu di kalangan laki-laki, bahkan kadang di kalangan perempuan itu sendiri. Bagaimana tidak, perempuan kerap diejek dan direndahkan ketika membahasnya.
Perlu disoroti, media ikut berperan dalam mempertahankan stigma ini tanpa banyak dipertanyakan. Perasaan malu perempuan saat menstruasi banyak digambarkan dalam film, iklan, hingga konten media sosial. Ketabuan pun semakin menguat, seolah sudah biasa di mata masyarakat.
Di lain sisi, sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Cureus (2025) mengungkap adanya kaitan antara pendidikan dengan persepsi laki-laki terhadap menstruasi. Sebagian besar laki-laki dengan tingkat pendidikan rendah dan bukan dari bidang kesehatan masih terpengaruh oleh stigma sosial dan norma budaya. Hal ini terjadi karena keterbatasan informasi dan pemahaman mereka terkait menstruasi.
2. Apakah penting bagi laki-laki untuk memahami topik menstruasi?

Ketabuan topik menstruasi membuat perempuan harus menanggung beban fisik dan mental sekaligus. Berdasarkan informasi dari laman New York Post, sebanyak 42 persen dari 1.500 perempuan mengaku pernah merasa malu saat menstruasi. Ironisnya, perasaan malu tersebut malah lebih sering datang dari orang-orang terdekat.
Bukan tanpa alasan, perempuan kerap mengalami ejekan hanya karena sedang menstruasi. Akibatnya, kebanyakan orang membalut percakapan tentang menstruasi dengan eufemisme untuk menyembunyikan ketabuannya. Pada 2017, situs Hello Clue menemukan lebih dari 5.000 eufemisme untuk menyebut menstruasi dalam berbagai bahasa.
Rasa malu dan eufemisme itu seharusnya tidak pernah ada. Menstruasi adalah hal yang normal. Itu sebabnya, topik ini penting dibahas secara positif dan terbuka di kalangan laki-laki. Peran mereka jelas dibutuhkan untuk mematahkan hegemoni maskulinitas yang merendahkan perempuan.
Penelitian terbaru dalam jurnal Health & Place (2025) menunjukkan hasil yang selaras, yakni pentingnya keterlibatan laki-laki dalam diskusi yang membahas menstruasi. Stigma malu menstruasi diyakini dapat berkurang jika laki-laki dan perempuan sama-sama dilibatkan. Topik ini juga berkaitan langsung terhadap dukungan yang pantas perempuan dapatkan.
Edukasi terkait menstruasi pada laki-laki dapat menumbuhkan rasa empati. Perempuan yang sedang menstruasi layak didukung, baik secara fisik maupun non-fisik. Membelikan pembalut atau obat, misalnya, bisa dilakukan oleh suami atau anak laki-laki untuk istri atau anak perempuan.
Melalui pelatihan kesehatan dan kebersihan menstruasi, UNICEF juga pernah mengangkat isu ini dalam laman resmi mereka pada 2022. Sebuah artikel berjudul Men Break Taboos and Lead Conversations Around Menstruation menceritakan kisah seorang pria dari India, Basant Lal, yang berani melawan tabu menstruasi. Ia mendukung istri dan delapan anak perempuannya saat mereka menstruasi.
"Kadang orang-orang mengejek saya ketika melihat saya membeli pembalut, tapi saya tidak keberatan. Saya tidak melihat ada yang salah dengan itu," kata Basant setelah mengikuti pelatihan.
Meskipun dirinya seorang laki-laki, Basant sangat terbuka dalam diskusi terkait topik menstruasi. Hal itu membuat anak-anak perempuannya tidak merasa malu saat berbagi cerita. Basant bahkan telah memperluas dan mendorong kesehatan menstruasi kepada orang-orang di desanya.
3. Ini beberapa hal yang perlu laki-laki ketahui tentang menstruasi

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kurangnya pemahaman terkait menstruasi salah satunya dipengaruhi oleh pendidikan. Penelitian dalam jurnal Cureus (2025) pun menyoroti pentingnya pendidikan kesehatan menstruasi di semua bidang akademik. Tujuannya agar siswa laki-laki lebih memahami kesehatan yang peka gender.
Sebelum melangkah lebih jauh, edukasi terkait menstruasi perlu dimulai dari diri sendiri. Terkhusus untuk laki-laki, ada beberapa hal yang perlu dipahami agar topik ini tidak tabu atau disalahpahami lagi. Apa saja? Berikut lima di antaranya:
Memahami lima hal tersebut bisa menjadi langkah awal dalam mengedukasi laki-laki. Namun, apa solusi yang lebih efektif agar isu ini benar-benar diperhatikan? Mungkin jawabannya ada pada sebuah penelitian tahun 2023 yang dipublikasikan dalam jurnal Sport, Education and Society.
Penelitian tersebut merekomendasikan tiga hal untuk mendobrak isu tabu menstruasi. Pertama, melakukan tindakan nyata seperti menyediakan fasilitas toilet yang layak dan produk menstruasi gratis, serta pengelolaannya. Kedua, memperluas pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi semua orang, terutama laki-laki. Terakhir, mendorong berbagai pihak seperti pendidik, pemimpin, dan instruktur alam untuk membuka dialog terkait topik ini.
Memahami topik menstruasi dan mendobrak ketabuannya di kalangan laki-laki tentu tidak mudah. Perempuan dan laki-laki, baik di komunitas masing-masing atau bersama, harus membahasnya tanpa canggung lagi. Dialog terbuka akan menciptakan dunia yang lebih adil dan nyaman bagi semua gender.


















