Sandwich Generation pertama kali diperkenalkan pada tahun 1981 oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor dan direktur praktikum di University of Kentucky yang berada di Lexington, Amerika Serikat. Istilah sandwich atau roti isi ini muncul untuk menggambarkan sekelompok manusia yang secara finansial cukup pas-pasan dan terjebak dalam kewajiban untuk membiayai orang tua, dan juga keluarga atau kerabat. Tentu saja fenomena ini sudah ada sejak lama dan tidak pernah redup terlebih perkembangan zaman serta teknologi yang semakin canggih, gaya hidup yang semakin mahal, harga bahan-bahan pokok yang semakin melonjak, dan pemenuhan pendidikan yang semakin tinggi juga semakin mahal menjadi faktor pendukung eksistensi generasi tersebut. Sekelompok manusia yang tergolong sandwich generation secara tidak langsung dipaksa untuk meninggalkan impian dan harus bekerja keras demi melangsungkan kebutuhan hidup orang tua, dan kerabat atau keluarga sendiri.
Berdasarkan data dari laporan survei CNBC Indonesia, sekitar 48,7 persen penduduk Indonesia tergolong ke dalam sandwich generation. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, generasi Y atau generasi milenial merupakan golongan terbanyak dengan persentase 43.60 persen dibandingkan generasi X atau bisa disebut gen bust. Pada hasil Survei DataIndonesia.id pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2023, tercatat bahwa 46,3 persen responden gen Z di Indonesia tergolong ke dalam sandwich generation. Jumlah persentase ini tentu akan terus bertambah untuk tahun-tahun berikutnya, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa gen alpha juga akan ikut menjadi bagian dari sandwich generation.