Pidato Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada tanggal 16 Agustus 2019, memunculkan sedikitnya 16 kata “SDM”, atau sumberdaya manusia. Kata SDM paling banyak muncul dalam pidato tahunan. Ini menegaskan tema Hari Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia, yaitu “SDM Unggul, Indonesia Maju”.
Presiden mengingatkan, “Kita butuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat kita bisa melompat dan mendahului bangsa lain. Kita butuh terobosan-terobosan jalan pintas yang cerdik yang mudah yang cepat. Kita butuh SDM unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila. Kita butuh inovasi-inovasi yang distruptif yang membalik ketidakmungkinan menjadi peluang”.
Distruptif adalah kata kunci dalam setiap bahasan soal Revolusi Industri 4.0, yang juga menjadi tema besar pemerintahan di mana pun termasuk Indonesia. Dalam buku berjudul “The Fourth Industrial Revolution”, Klaus Schwab, pendiri dan kepala eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), menyebutkan revolusi industri ke-4 ini sangat berbeda dibandingkan tiga revolusi industri sebelumnya, dalam hal skala, ruang lingkup dan kompleksitasnya.
Revolusi Industri 4.0 memiliki karakteristik berupa rentang penerapan teknologi baru yang memadukan dunia fisik, digital dan biologi. Dampaknya ke semua area disiplin, dari ekonomi, industri, pemerintahan, masyarakat bahkan menantang ide dasar tentang apa yang dimaksud dengan manusia.
Saat ini kita sudah melihat penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), dalam bentuk komputer super, drones atau sering disebut pesawat tanpa awak, asisten maya, pengurutan DNA, pengukur suhu pintar, sensor tubuh sampai micro chip yang kian kecil ukurannya, sampai lebih kecil dari sebutir pasir.
Revolusinya tidak akan berhenti. Apa yang selama ini kita lihat di film produksi Hollywood, ketika satu sistem bisa mengendalikan proses produksi manufaktur secara global, sedang terjadi. Di kantor pusat perusahaan teknologi bisnis pemasaran daring seperti Alibaba, di Hangzhou, Tiongkok, jutaan transaksi yang terjadi seketika di seluruh dunia, dikendalikan dari sistem super komputer, termasuk pengirimannya. Tahun 2017, raksasa teknologi pemasaran lainnya, JD.Com, mengembangkan toko konsumen tanpa penjual dan pengiriman barang lewat drone. Fasilitas itu telah diperkenalkan pula di Indonesia.
Beberapa tahun lalu Microsoft sudah memproduksi sistem kinetik yang membuat jarak tak lagi jadi faktor. Operasi rumit di Indonesia, bisa dikendalikan dari rumah sakit di AS, misalnya. Kita bisa mengakses dan membaca dokumen di perpustakaan kongres di AS tanpa perlu ke sana. Untuk yang sifatnya mengerikan adalah penggunaan senjata perang yang dikendalikan dari jarak jauh.
Terobosan teknologi secara cepat menggeser batas-batas antara pekerjaan yang dilakukan oleh manusia dengan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh mesin. Data WEF menunjukkan bahwa pada tahun 2018, rata-rata masih 71 persen pekerjaan di 12 sektor industri yang dipilih, masih dikerjakan manusia. Tetapi, tahun 2020, jumlahnya akan menurun ke 58 persen.
Apakah masa depan bagi pekerja manusia begitu muramnya? Sebenarnya tidak juga. Di sini tantangannya, karena sesungguhnya muncul pekerjaan masa depan yang membutuhkan tidak hanya kecerdasan intelektual (IQ) saja, melainkan juga kecerdasan emosional (EQ).