Gak banyak pengalaman yang bisa diceritakan tentang ramadan karena saya katolik yang yang sejak kecil hidup di 'lingkungannya'. Apalagi, selama 12 tahun saya bersekolah di lembaga pendidikan yang berlandaskan agama katolik.
Saya menghabiskan tiga tahun masa SMA dengan masuk di salah satu sekolah swasta katolik di kawasan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saya tinggal di asrama bersama sekitar 50-an siswa SMP dan SMA lainnya.
Di tahun terakhir saya bersekolah, hal yang gak biasa terjadi. Saat itu, seorang siswi SMP dan seorang siswi SMA beragama Islam ikut tinggal di asrama.
Kegiatan agama katolik di asrama kami cukup ketat. Selain itu, tinggal di asrama membuat kami biasa dan harus melakukan semua hal bersama. Belajar, main, berdoa, menonton film, sampai makan pun bersama.
Meski begitu, mereka tak diwajibkan ikut dalam kegiatan keagamaan. Ketika bulan ramadan pun, mereka berdua tetap menjalankan puasa seperti biasa.
Bahkan, mereka tetap ikut ke ruang makan, menunggu kami yang tidak puasa selesai makan pagi. Saya sempat merasa tak enak dengan keduanya, karena harus menunggu kami yang menikmati santapan pagi, sementara mereka hanya diam.
"Gak langsung ke sekolah saja?" tanya saya pada mereka.
"Gak apa-apa, cuma sebentar. Masih kuat lah," ujarnya.
Hal itu membuat saya salut dengan mereka. Sebab, mereka bisa tetap kuat menjalankan perintah agamanya, meski menjadi minoritas.