Taylor Swift dalam video musik The Fate of Ophelia (instagram.com/taylorswift)
Barulah saat Life of a Showgirl resmi dirilis, orang berbondong-bondong sadar kalau Taylor Swift bukan sosok feminis yang inklusif dan interseksional seperti harapan kita. White feminism istilahnya, yang merujuk pada gerakan feminisme yang berakar dari perspektif Barat.
Borah, dkk dalam tulisan mereka ‘Feminism Not for All? The Discourse Around White Feminism Across Five Social Media Platforms’ untuk jurnal Social Media + Society menyebut bahwa kurangnya interseksionalitas (teori yang percaya aspek identitas manusia saling berkaitan dan membentuk pengalaman yang beragam) adalah sumber masalah dalam ideologi feminis kulit putih.
Penganut white feminism secara umum tidak menyadari pentingnya pengakuan terhadap perbedaan ras dan kelas. Mereka menggunakan perspektif yang berkutat pada perempuan cisgender, kelas menengah, dan berkulit putih. Ini membuat eksistensi dan masalah yang secara spesifik dirasakan orang dari ras berwarna, kelas bawah, dan negara berkembang terabaikan. Dalam kasus Swift, kecenderungan ini tampak jelas dari lagu-lagunya sejak dulu. Kebetulan Life of a Showgirl jadi semacam bukti kuatnya.
Dalam lagu “Opalite” dan “Eldest Daughter”, Swift dipercaya sebagian orang menguarkan pesan mikroagresi berbau rasial. Ia menggunakan diksi tertentu dalam dua lagu itu untuk memisahkan dirinya dengan perempuan kulit hitam. Dalam “Opalite”, Taylor dipercaya mengumpamakan masa lalu Travis Kelce dengan onyx (batu berwarna hitam), seolah menyindir mantan-mantan sang tunangan yang kebanyakan berlatar belakang kulit hitam. Di lagu “Eldest Daughter”, Swift memilih menggunakan diksi “bad bitch” dan “savage” yang punya kaitan erat dengan budaya kulit hitam Amerika Serikat untuk menegasikan dirinya.
Ini bukan kasus pertama untuk Swift. Pada 2014, Swift diduga melakukan apropriasi budaya dalam video klip “Shake It Off”. Terutama saat adegan Swift menari konyol dengan pakaian ala penyanyi kulit hitam. Video musik “Wildest Dream” juga diduga menggunakan trope “Empty Africa”, yakni perspektif ala Barat yang identik dengan kolonialisme. Lewat trope itu, Afrika seolah digambarkan tak lebih dari lahan kosong yang penuh dengan hewan eksotik, tanpa menampakkan apalagi mempertimbangkan eksistensi masyarakat lokal.
The Life of a Showgirl juga jadi bukti betapa kapitalisnya Swift sebagai musisi. Sadar ia punya jutaan penggemar setia, Swift sengaja merilis album fisiknya dalam berbagai varian kover, lengkap dengan bonus track. Total ada 11 varian CD dan 8 varian vinyl yang bisa dikoleksi bila berkenan. Di Amerika Serikat, manajemen Swift bahkan mengadakan pesta perilisan resmi album Life of a Showgirl di bioskop-bioskop. Padahal, secara umum, itu hanya pemutaran perdana video musik single utama album tersebut, “The Fate of Ophelia” dengan tambahan listening party seluruh lirik musik video dari semua lagu dalam album baru Swift.