Ulaanbaatar, Mongolia (unsplash.com/Bree Evans)
Mongolia telah berperan sebagai zona penyangga (buffer state) penting di antara dua kekuatan besar Asia, Rusia dan Cina. Dilansir dari laman The Diplomat, Mongolia menjadi wilayah yang memisahkan pengaruh kedua negara tersebut sejak awal abad ke-20, dengan posisi geopolitik yang strategis dan sejarah sebagai negara satelit Uni Soviet di masa lalu.
Fungsi Mongolia sebagai buffer state muncul dari letaknya yang luas serta peranannya dalam menyeimbangkan ketegangan dan menjaga kestabilan kawasan Asia Tengah dan Timur. Setelah runtuhnya Uni Soviet, Mongolia mengambil kebijakan netralitas dan memperkuat hubungan bilateral yang seimbang dengan kedua tetangganya.
Menurut laman Foreign Policy Research Institute (FPRI), Mongolia berupaya menghindari ketergantungan berlebihan pada salah satu kekuatan besar, menyeimbangkan pengaruh China dan Rusia sekaligus membangun hubungan dengan negara-negara ketiga melalui kebijakan “third neighbor” demi menjaga kedaulatan dan stabilitas politiknya. Mongolia mengadopsi strategi non-blok dan diplomasi aktif agar dapat berperan sebagai zona penyangga yang efektif di tengah persaingan geopolitik yang kompleks.
Meskipun sering menjadi sasaran intervensi dan ketegangan politik, negara-negara ini mampu bertahan dan menyesuaikan diri dengan dinamika global. Dari peran awal sebagai zona penyangga, mereka perlahan membentuk identitas nasional yang kuat dan berdaulat di tengah tekanan geopolitik.