Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perang Bosnia, Tragedi Etnis Terbesar di Eropa setelah Perang Dunia II

ilustrasi perang (pexels.com/asim alnamat)
Intinya sih...
  • Kematian Josip Broz Tito memicu gelombang nasionalisme etnis di Yugoslavia, memicu referendum kemerdekaan Bosnia & Herzegovina.
  • Pengepungan Sarajevo oleh etnis Serbia-Bosnia berlangsung selama 1.425 hari, menyebabkan ribuan warga sipil tewas dan terpaksa mengungsi.
  • Pembantaian massal oleh pasukan Serbia-Bosnia di Srebrenica pada Juli 1995 diakui sebagai genosida oleh Mahkamah Internasional.

Perang Bosnia menjadi salah satu konflik paling brutal di Eropa pada era modern. Perang yang terjadi di wilayah Balkan ini berlangsung pada 1992–1995. Dalam kurun waktu 3 tahun 7 bulan, perang ini memicu banyak kejahatan perang, termasuk kejahatan militer, pengepungan kota, dan pembantaian etnis. 

Perang Bosnia bisa disebut sebagai krisis kemanusiaan. Tragedi ini lahir akibat keruntuhan Yugoslavia dan keinginan Bosnia & Herzegovina untuk berdiri sebagai negara berdaulat. Pihak Serbia sebagai pusat Yugoslavia yang tak terima akan hal tersebut, memilih jalur perang untuk menyelesaikan masalah.

1. Kematian Josip Broz Tito menjadi awal dari keruntuhan Yugoslavia

bendera Bosnia & Herzegovina (pixabay.com/jorono)

Bosnia & Herzegovina dulunya merupakan bagian dari Yugoslavia. Wilayah tersebut dihuni oleh mayoritas Muslim Bosnia (Bosniak), Serbia-Bosnia, dan Kroasia-Bosnia. Setelah kematian pemimpin Yugoslavia, Josip Broz Tito, pada 1980, nasionalisme etnis di Yugoslavia mulai bangkit di seluruh republik, termasuk di wilayah Bosnia.

Pada 1991, Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaan dari Yugoslavia. Kemerdekaan kedua negara tersebut memicu gelombang perpecahan yang sangat besar di berbagai wilayah. Hal tersebut turut  mendorong Bosnia & Herzegovina untuk menjadi negara yang merdeka.

Bosnia pun menggelar referendum kemerdekaan pada 29 Februari–1 Maret 1992. Kala itu, 99 persen pemilih mendukung pemisahan diri Bosnia & Herzegovina dari Yugoslavia. Meski begitu, sebagian besar etnis Serbia-Bosnia memboikot referendum. Namun, pada akhirnya, Presiden Alija Izetbegovic tetap memproklamasikan kemerdekaan Bosnia & Herzegovina pada 3 Maret 1992 dan disusul pengakuan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada 22 Mei 1992.

2. Pengepungan Sarajevo

ilustrasi kehancuran kota (unsplash.com/Levi Meir Clair)

Etnis Serbia-Bosnia menunjukkan penolakan terhadap hasil referendum. Mereka segera memproklamasikan wilayah Republik Srpska sebagai entitas terpisah dari Bosnia & Herzegovina. Proklamasi itu juga didukung oleh pemerintah Yugoslavia yang berpusat Beograd (kini ibukota Serbia).

Tak sampai di situ, penolakan pun berlanjut hingga serangan militer secara besar-besaran. Dengan bantuan Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA), etnis Serbia-Bosnia menyerang kota Sarajevo dan melakukan pemboman di berbagai kota besar lain. Namun, aksi tersebut terus berlanjut menjadi pembersihan etnis secara sistematis.

Pada  6 April 1992, pasukan Serbia-Bosnia berhasil mengepung Sarajevo. Pengepungan tersebut berlangsung hingga 29 Februari 1996. Itu tercatat sebagai pengepungan kota terlama pada era modern. 

Selama pengepungan yang berlangsung 1.425 hari tersebut, desa-desa yang dihuni mayoritas etnis Bosniak dan Kroasia-Bosnia dihancurkan. Ribuan warga sipil meninggal, ribuan orang ditahan di berbagai kamp konsentrasi, dan ribuan lainya mengungsi ke zona aman.

3. Pembantaian Srebrenica, puncak kekerasan dari Perang Bosnia

ilustrasi perang (pexels.com/asim alnamat)

Konflik mencapai puncak kebrutalan pada Juli 1995. Kala itu, pasukan Serbia-Bosnia di bawah perintah Jenderal Ratko Mladic merebut kota Srebrenica. Padahal, kota tersebut sudah ditetapkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai zona aman yang tak boleh dijadikan sebagai arena perang. Saat itu, Srebrenica juga sudah dijaga oleh ratusan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNPROFOR) dari kontingen Belanda.

Namun, pada 11 Juli 1995, pasukan Yugoslavia (Serbia-Bosnia) melakukan pembantaian massal. Sekitar 8.000 orang dieksekusi dan jenazahnya dikubur dalam kuburan massal. Peristiwa yang dikenal sebagai Pembantaian Srebrenica ini diakui sebagai genosida oleh Mahkamah Internasional.

4. Intervensi NATO dan PBB serta akhir dari Perang Bosnia

ilustrasi pesawat tempur (pixabay.com/Military_Material)

Setelah pembantaian Srebrenica, NATO dan PBB mulai ikut aktif dalam Perang Bosnia. Keduanya melancarkan serangan militer bernama dalam Operation Deliberate Force pada Agustus–September 1995. Serangan itu dilakukan melalui udara dalam skala besar terhadap pasukan Serbia-Bosnia. Hal tersebut memaksa Serbia-Bosnia dan pemerintah Yugoslavia untuk menerima negosiasi damai.

Sebagai bentuk negosiasi damai, perundingan diselenggarakan di Dayton, Ohio, Amerika Serikat. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Dayton pada Desember 1995. Isinya adalah pengakuan atas Bosnia & Herzegovina sebagai negara berdaulat. Namun, wilayahnya terbagi menjadi dua entitas, yakni Federasi Bosnia & Herzegovina (untuk Bosniak dan Kroasia-Bosnia) serta Republik Srpska (untuk Serbia-Bosnia).

Untuk menegakkan keadilan, International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dibentuk di Den Haag, Belanda. Pengadilan ini mengadili tokoh-tokoh utama konflik di Perang Bosnia, seperti Radovan Karadzic dan Ratko Mladic. Keduanya divonis bersalah atas genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama Perang Bosnia.

Perang Bosnia meninggalkan luka mendalam bagi kedua belah pihak. Sekitar 100 ribu nyawa menghilang, 2 juta penduduk terpaksa mengungsi, Infrastruktur hancur, dan trauma kolektif yang merusak hubungan antar etnis. Tragedi ini menjadi pengingat bagi dunia internasional bahwa kebencian etnis tak boleh dibiarkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us