Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret seseorang membawa pisang
potret seseorang membawa pisang (pexels.com/SHVETS production)

Intinya sih...

  • Pisang mengandung Kalium-40 yang radioaktif

  • Tubuh manusia dapat mengolah kalium dengan baik

  • Banana Equivalent Dose membantu memahami tingkat radiasi pisang

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Siapa yang tidak kenal pisang? Buah berwarna kuning ini menjadi favorit banyak orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Rasanya yang manis, teksturnya yang lembut, dan harganya yang terjangkau membuatnya jadi camilan sehat andalan kapan saja. Selain mengenyangkan, pisang juga dikenal sebagai sumber energi dan kaya akan nutrisi penting, terutama kalium yang bermanfaat bagi tubuh kita.

Namun, di balik kelezatannya, tersimpan sebuah fakta yang mungkin akan membuatmu terkejut. Tahukah kamu kalau pisang sebenarnya sedikit radioaktif? Tenang, jangan panik dulu! Fakta ini memang benar adanya secara ilmiah, tetapi bukan berarti kamu harus berhenti menikmati buah kesukaanmu. Fenomena ini terjadi secara alami dan tingkat radiasinya sangat-sangat kecil sehingga sama sekali tidak berbahaya bagi kesehatan. Yuk, kita kupas tuntas mengapa pisang bisa bersifat radioaktif dan seberapa aman untuk kita konsumsi.

1. Kalium-40 menjadi biang keladi utamanya

Pisang (pixabay.com/rimbeka)

Penyebab utama pisang sedikit radioaktif adalah kandungan kaliumnya. Kalium merupakan mineral esensial yang sangat penting untuk fungsi tubuh, mulai dari menjaga keseimbangan cairan, mengatur detak jantung, hingga mendukung fungsi saraf dan otot. Pisang terkenal sebagai salah satu sumber kalium terbaik yang bisa kita dapatkan dari makanan.

Dalam ilmu kimia, unsur-unsur di alam seringkali memiliki beberapa versi yang disebut isotop. Sebagian besar kalium di alam adalah Kalium-39 yang stabil. Namun, ada sebagian kecil, sekitar 0,012%, yang merupakan isotop radioaktif bernama Kalium-40 (K-40). Karena pisang menyerap kalium dari tanah untuk tumbuh, secara otomatis ia juga menyerap Kalium-40 dalam jumlah yang sangat kecil ini. Atom Kalium-40 inilah yang secara perlahan meluruh dan melepaskan energi dalam bentuk radiasi.

2. Tubuh manusia sudah terbiasa mengolah kalium

ilustrasi anatomi tubuh manusia (pixabay.com/Monoar Rahman Rony)

Mungkin kamu bertanya-tanya, apakah Kalium-40 dari pisang akan menumpuk di dalam tubuh? Jawabannya adalah tidak. Tubuh manusia memiliki mekanisme canggih yang disebut homeostasis untuk menjaga kadar kalium tetap seimbang. Saat kamu makan pisang, tubuh akan mengambil kalium yang dibutuhkannya dan membuang kelebihannya melalui urine.

Proses ini berlaku untuk semua jenis kalium, baik yang stabil maupun yang radioaktif. Jadi, ketika kamu mengonsumsi Kalium-40 dari pisang, tubuhmu akan mengeluarkan jumlah Kalium-40 yang setara untuk menjaga keseimbangan. Dilansir dari McGill University, hal ini berarti tidak ada penumpukan radioaktivitas di dalam tubuh akibat makan pisang, sebanyak apa pun yang kamu makan. Bahkan, tubuh kita sendiri secara alami sudah mengandung kalium, yang berarti kita semua juga sedikit radioaktif.

3. Konsep banana equivalent dose memudahkan pemahaman

ilustrasi memakan pisang (pexels.com/Lukas Faust)

Untuk membantu orang awam memahami betapa kecilnya tingkat radiasi dari pisang, para ilmuwan menciptakan unit pengukuran informal yang disebut Banana Equivalent Dose (BED). Satu BED setara dengan dosis radiasi yang kamu dapatkan setelah makan satu buah pisang, yaitu sekitar 0,1 mikrosievert. Unit ini sangat berguna untuk membandingkan radiasi pisang dengan sumber radiasi lain yang kita temui sehari-hari.

Sebagai perbandingan, dosis radiasi dari satu kali rontgen gigi setara dengan 50 BED. Sebuah penerbangan lintas benua bisa memaparkanmu pada radiasi setara 400 BED karena radiasi kosmik di atmosfer atas. Bahkan, dilansir dari U.S. Environmental Protection Agency, radiasi latar alami yang kita terima setiap hari dari lingkungan sekitar setara dengan makan 100 pisang. Jadi, radiasi dari sebiji pisang benar-benar bisa diabaikan.

4. Kamu perlu makan jutaan pisang agar terasakan efeknya

potret seseorang membawa pisang (pexels.com/SHVETS production)

Agar kamu bisa merasakan efek keracunan radiasi akut, kamu perlu dosis yang luar biasa besar. Menurut kalkulasi yang dimuat di Forbes, seseorang harus makan sekitar 10 juta pisang dalam sekali waktu untuk mendapatkan dosis radiasi yang mematikan. Tentu saja, hal ini mustahil untuk dilakukan secara fisik. Jauh sebelum efek radiasi muncul, kamu akan mengalami masalah kesehatan serius lainnya akibat overdosis kalium.

Untuk mengalami gejala kronis dari paparan radiasi, kamu perlu makan sekitar 274 pisang setiap hari selama tujuh tahun berturut-turut. Angka-angka ini menunjukkan betapa tidak signifikannya risiko radiasi dari pisang dalam kehidupan normal. Jadi, menikmati satu atau dua pisang setiap hari untuk kesehatan sama sekali bukan masalah dan justru sangat dianjurkan.

5. Banyak makanan lain yang juga sedikit radioaktif

ilustrasi variasi kacang-kacangan (pexels.com/Marta Branco)

Faktanya, pisang bukanlah satu-satunya makanan yang bersifat radioaktif. Banyak bahan makanan lain yang kita konsumsi sehari-hari juga mengandung isotop radioaktif alami. Beberapa di antaranya bahkan memiliki tingkat radiasi yang lebih tinggi daripada pisang. Makanan seperti kentang, kacang merah, wortel, dan daging merah juga mengandung Kalium-40.

Dilansir dari ThoughtCo, kacang Brazil adalah salah satu makanan paling radioaktif karena selain Kalium-40, ia juga menyerap Radium dalam jumlah yang lebih tinggi dari tanah. Namun, sama seperti pisang, tingkat radiasi pada makanan-makanan ini masih dalam level yang sangat rendah dan aman untuk dikonsumsi sebagai bagian dari pola makan seimbang. Keberadaan radioaktivitas alami ini adalah bagian normal dari lingkungan kita.

Jadi, kesimpulannya adalah, meskipun pisang secara teknis bersifat radioaktif, jumlahnya sangat kecil dan tidak membahayakan kesehatan sama sekali. Teruslah nikmati buah lezat dan bergizi ini tanpa rasa khawatir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team