Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi hewan yang sudah terkontaminasi mikroplastik di lautan
Ilustrasi hewan yang sudah terkontaminasi mikroplastik di lautan (unsplash.com/Naja Bertolt Jensen)

Intinya sih...

  • Ikan teri dan sarden, korban kecil lautan plastik

  • Penelitian menunjukkan ikan teri dan sarden banyak menelan mikroplastik karena bentuknya mirip plankton.

  • Mikroplastik yang tertelan bisa tersimpan di organ pencernaan bahkan masuk ke jaringan otot.

  • Cumi-cumi dan gurita, predator cerdas, tapi tak tahu mangsa mereka beracun

  • Studi menemukan adanya partikel mikroplastik di tubuh cumi-cumi di Laut Tengah dan Pasifik Barat.

  • Hewan ini sering memakan ikan kecil yang sudah tercemar, sehingga mikroplastik menumpuk di sistem

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bayangkan kamu berenang di laut biru, lalu tanpa sadar setiap tarikan napas membawa partikel plastik mikroskopis. Begitulah nasib lautan kita hari ini—tampak tenang di permukaan, tapi sesak oleh partikel mikroplastik di dalamnya. Dari penelitian Kyushu University diperkirakan ada lebih dari 24,4 triliun partikel mikroplastik yang mengambang di permukaan laut.

Yang bikin miris, bukan cuma laut yang tercemar, tapi juga seluruh ekosistem di dalamnya. Hewan-hewan laut, dari yang paling kecil seperti plankton hingga paus raksasa, kini menyimpan partikel plastik dalam tubuh mereka—dan sebagian akhirnya sampai ke piring makan kita.

1. Ikan teri dan sarden, korban kecil lautan plastik

Ilustrasi ikan teri dan sarden yang jadi korban akibat mikroplastik di lautan (unsplash.com/Naja Bertolt Jensen)

Ikan mungil ini sering jadi menu favorit manusia, tapi siapa sangka mereka juga ‘menelan’ plastik setiap hari. Penelitian dari Jurnal Water menunjukkan bahwa ikan teri dan sarden banyak menelan mikroplastik karena bentuknya mirip plankton—makanan utama mereka.

Mikroplastik yang tertelan bisa tersimpan di organ pencernaan bahkan masuk ke jaringan otot. Ketika manusia memakan ikan tersebut, partikel mikroplastik ikut berpindah ke tubuh kita. Menurut World Wildlife Fund (WWF), rata-rata manusia bisa menelan 5 gram plastik per minggu, setara dengan satu kartu ATM.

Parahnya lagi, ikan-ikan kecil ini jadi mangsa bagi ikan yang lebih besar. Artinya, mikroplastik akan terus naik dalam rantai makanan laut menciptakan ‘rantai plastik’ yang tak berujung.

2. Cumi-cumi dan gurita, predator cerdas, tapi tak tahu mangsa mereka beracun

Ilustrasi gurita yang mengira kalau sampah dan mikroplastik adalah mangsanya (flickr.com/Anastasia Pivovarova)

Cumi dan gurita dikenal sebagai makhluk laut cerdas, tapi bahkan kecerdasan mereka takbisa melawan pencemaran laut. Studi di Ocean Care menemukan adanya partikel mikroplastik di tubuh cumi-cumi di Laut Tengah dan Pasifik Barat.

Hewan ini sering memakan ikan kecil yang sudah tercemar, sehingga mikroplastik menumpuk di sistem pencernaannya. Dalam jangka panjang, partikel itu bisa merusak jaringan organ dan menghambat pertumbuhan.

Lebih ironisnya, seafood seperti cumi-cumi banyak dikonsumsi manusia tanpa proses pembersihan mendalam. Jadi, ada kemungkinan partikel plastik masih ikut terbawa ke tubuh kita lewat santapan laut favorit itu.

3. Kerang dan tiram, penyaring alam yang kini ikut tercemar

Ilustrasi kerang dan tiram yang ikut tercemar akibat tumpukan mikroplastik di lautan (unsplash.com/Bernd 📷 Dittrich)

Kerang dan tiram dikenal sebagai filter alami laut. Mereka menyaring air laut untuk mendapatkan makanan mikroskopis, tapi kini air yang mereka saring dipenuhi plastik. Penelitian Sustainability yang dipublikasikan Multidisciplinary Digital Publishing Institute berhasil menemukan lebih dari 100 partikel mikroplastik per kilogram daging tiram.

Karena kebanyakan orang memakan kerang dan tiram secara utuh, partikel mikroplastik dalam tubuh hewan ini langsung berpindah ke tubuh manusia. Studi dari BBC bahkan memperkirakan orang yang gemar makan seafood bisa menelan hingga 11.000 partikel mikroplastik per tahun.

Kerang dan tiram, simbol kesuburan laut, kini berubah jadi indikator pencemaran laut yang mengkhawatirkan.

4. Paus, raksasa laut yang menelan jutaan partikel plastik setiap hari

Ilustrasi ikan paus yang kerap kali menelan sampah mikroplastik di lautan (unsplash.com/Chinh Le Duc)

Paus balin yang menyaring air laut untuk makan plankton ternyata juga menyaring plastik. Studi dari Nature Communications memperkirakan paus bisa menelan sekitar 10 juta partikel mikroplastik per hari saat mencari makan di perairan pesisir yang tercemar.

Paus takbisa membedakan plankton dengan plastik mikroskopis yang melayang di air. Akibatnya, partikel plastik bisa menumpuk di perutnya, memengaruhi pencernaan dan kesehatan secara keseluruhan.

Ironisnya, paus—simbol kebebasan laut—kini jadi saksi bisu kerakusan manusia terhadap plastik sekali pakai.

5. Hiu dan tuna, puncak rantai makanan, tapi tak luput dari plastik

Ilustrasi ikan tuna yang tak hanya memangsa ikan kecil tapi juga mikroplastik di lautan (unsplash.com/Naja Bertolt Jensen)

Hewan predator seperti hiu dan tuna berada di puncak rantai makanan laut. Namun, justru karena itu, mereka paling banyak menimbun mikroplastik dari mangsa yang sudah terkontaminasi. Penelitian di Frontiers in Marine Science menemukan mikroplastik di lambung dan hati tuna sirip kuning di Samudra Hindia.

Konsentrasi tinggi bahan kimia dari plastik juga bisa berpindah ke jaringan lemak ikan predator, meningkatkan risiko toksisitas dan gangguan hormon. Beberapa peneliti bahkan menduga bahwa mikroplastik bisa memengaruhi perilaku berburu dan reproduksi ikan besar.

Jadi, bukan cuma ikan kecil yang bahaya, tapi predator laut pun kini membawa jejak plastik dalam setiap gerakannya.

Laut tak lagi hanya biru, tapi berkilau oleh partikel mikroplastik yang tak kasat mata. Jika dulu laut menjadi sumber kehidupan, kini ia perlahan menjadi cermin peradaban konsumtif manusia. Plastik yang kita buang hari ini mungkin kembali ke tubuh kita besok—lewat sepiring seafood kesukaan.

Kita takbisa memulihkan laut hanya dengan rasa sedih. Dibutuhkan perubahan nyata: mengurangi plastik sekali pakai, memilah sampah dengan benar, dan mendukung riset serta kebijakan lingkungan yang berpihak pada ekosistem laut. Sebab, kalau laut rusak, takada lagi kehidupan yang bisa benar-benar segar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team