Ilustrasi lobster yang menggunakan bahasa cinta lewat urin (flickr.com/cabel25)
Lobster pacaran dengan “air seni”. Mungkin terdengar jorok, tapi kenyataannya lobster berkomunikasi saat hendak berhubungan seksual dengan cara menyemprotkan urin ke pasangan. Urin tersebut mengandung feromon yang berfungsi untuk mengatur perilaku seksual dan dominasi. Hal ini telah diteliti dan dipublikasi melalui tesis di Universitas Boston pada tahun 1991.
Lebih lanjut, perilaku seksual dari lobster ini memperlihatkan bahwa komunikasi kimiawi di dunia laut bisa sangat beragam. Tidak hanya suara atau cahaya, tapi juga aroma dan cairan tubuh. Bagi lobster, “air seni cinta” ini adalah bagian penting dari ritual reproduksi.
Meskipun bagi manusia terdengar menjijikkan, bagi lobster inilah bahasa cinta yang sesungguhnya. Evolusi kadang menciptakan cara yang mengejutkan untuk mempertahankan keturunan.
Samudra selalu menjadi panggung pertunjukan aneh evolusi. Dari cumi vampir yang hidup di kegelapan, hingga cacing mini berwarna-warni seperti pohon Natal, semua membuktikan bahwa kehidupan selalu menemukan cara untuk bertahan. Laut bukan sekadar tempat indah, tetapi juga laboratorium terbesar di bumi.
Melihat makhluk-makhluk ini, kita seolah sedang menatap makhluk dari planet lain. Bedanya, mereka ada di bumi—menunggu untuk dipahami, dijaga, dan dihargai. Jadi, lain kali kamu menatap lautan, ingatlah bahwa di bawah permukaannya, dunia yang lebih aneh dari fiksi sedang berdenyut dengan kehidupan.