Akhir hayatnya ditemukan di tepi danau. Tidak jelas mengapa ia berada di sana, mungkin karena haus atau itu adalah tempat yang tepat untuk mencari makanan. Tetapi ada dua teori utama tentang bagaimana dia meninggal.
“Mungkin dia berada di bawah air dan seekor buaya keluar. Buaya sangat cepat dan itu adalah tempat yang berbahaya jika Anda adalah makhluk kecil seperti Lucy," imbuh Johanson.
Johanson menemukan satu tanda gigi karnivora di panggul Lucy, dan itu belum sembuh, yang berarti itu terjadi sekitar waktu kematiannya. Meskipun hewan yang membuat tanda tersebut belum diidentifikasi secara pasti, australopithecus berpotensi dimangsa karena adanya sejumlah bukti.
Pada tahun 2016, Kappelman dan rekan-rekannya mengajukan alternatif lain untuk akhir hidup Lucy, yakni jatuh dari pohon.
Berdasarkan pemindaian CT scan resolusi tinggi dan rekonstruksi 3D dari kerangka Lucy, Kappelman mengidentifikasi adanya patah tulang di bahu kanan, tulang rusuk, dan lutut yang tidak seperti patah tulang pada umumnya yang terjadi pada fosil-fosil yang tertindih oleh beban tanah dan bebatuan selama jutaan tahun.
“Sesuatu yang traumatis terjadi di sini semasa hidupnya,” kata Kappelman.
Jenis patah tulang yang diderita Lucy konsisten dengan jatuh dari ketinggian yang cukup tinggi, mungkin dari pohon yang tinggi saat ia mencari makan.
“Kaki dan tangannya terbentur, yang berarti dia masih sadar ketika menghantam tanah. Saya rasa dia tidak bertahan lama,” lanjutnya.
Tidak jelas apakah dia sendirian saat meninggal. Namun, jika ia bersama dengan orang lain yang sejenis dengannya, kemungkinan besar mereka tidak akan melakukan banyak hal dengan tubuhnya.
Peneliti primata telah mendokumentasikan keingintahuan spesies lain terhadap benda mati. Sebagai contoh, simpanse sering merawat mayat selama beberapa jam atau beberapa hari setelah kematian, terkadang menjaga mayat tersebut.
Kelompok Lucy mungkin melakukan hal yang sama untuknya sampai tubuhnya terkubur secara alami, yang terjadi dengan cepat, mungkin karena banjir atau tanah longsor.