Malcolm X bertemu Faisal Al-Saud di Jeddah, Arab Saudi. (commons.wikimedia.org/Saudi Press Agency)
Selain Martin Luther King Jr, ada nama Malcolm X yang jadi salah satu aktivis kenamaan Amerika Serikat pada era 1960-an. Pria dengan nama asli Malcolm Little ini lahir di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat, pada 19 Mei 1925. Sebagai salah satu tokoh kulit hitam sekaligus Islam di Amerika Serikat, Malcolm dikenal dengan pendekatan yang cenderung berbanding terbalik dengan Martin Luther King Jr. Bahkan, beberapa kali, kedua tokoh kulit hitam tersebut bersitegang lantaran hal tersebut.
Menurut Britannica, Malcolm muda berhenti menempuh jenjang pendidikan formal setelah salah satu gurunya di kelas delapan mengatakan kalau Malcolm lebih cocok menjadi tukang kayu ketimbang pengacara. Ia lalu pindah dari Michigan ke Boston untuk hidup bersama kakak perempuannya. Masa muda Malcolm bisa dibilang cukup liar. Ia berkali-kali terlibat kasus hukum berupa pencurian, penipuan, pengedaran narkoba, sampai menjadi ketua geng di Roxbury dan Harlem. Malcolm sampai mendapat julukan "Detroid Red" dan pernah mendekam di penjara pada 1946—1952 di Massachusetts.
Selama mendekam di penjara inilah, Malcolm mulai mengenal Islam. Berkat dorongan dari saudaranya, Reginald, pada akhirnya ia memutuskan untuk bergabung menjadi seorang muslim. Tak lama, ia bergabung dengan Nation of Islam (NOI), sebuah gerakan nasionalis masyarakat Afrika-Amerika yang beragama Islam di Amerika Serikat. Bersama NOI, Malcolm memulai perjalanannya sebagai aktivis kulit hitam. Ia membantu pembentukan surat kabar Muhammad Speaks dan kariernya di sana melejit dengan cepat. Dalam perjuangannya, Malcolm dikenal sebagai seseorang yang fasih dalam berbicara di depan publik, karismatik, dan jadi organisator andal. Akan tetapi, watak pribadi Malcolm yang cenderung pemarah dan keras juga sangat menonjol dalam berbagai forum.
Kebersamaan Malcolm dengan NOI usai pada 1964. Dilansir Stanford University, setelah berpisah dengan NOI, Malcolm membentuk organisasi baru bernama Organization of African American Unity (OAAU). Dalam organisasi ini, Malcolm berharap agar gerakan pemenuhan hak-hak sipil masyarakat kulit hitam tak hanya bersifat nasional, melainkan internasional. OAAU bentukan Malcolm ini juga mengusulkan agar seluruh organisasi yang bergerak dalam bidang pemenuhan hak-hak sipil masyarakat kulit hitam bersatu agar mereka bisa menghasilkan sesuatu yang konkret dalam waktu yang lebih cepat.
Namun, sebelum Malcolm bisa mewujudkan hal itu, perjalanannya terpaksa harus berhenti. Pada 12 Februari 1965, Malcolm dibunuh ketika sedang berkunjung ke Selma, Alabama. Tiga orang anggota NOI, yakni Muhammad Abdul Aziz, Khalil Islam, dan Thomas Hagan, menembak Malcolm ketika sedang mempersiapkan pidato. Kematian Malcolm X jelas jadi tragedi yang disesali banyak pihak. Bahkan, Martin Luther King Jr juga menyebut kejadian ini justru terjadi ketika Malcolm perlahan sedang belajar bagaimana cara melakukan gerakan pembelaan masyarakat kulit hitam secara lebih halus. Ia juga menyebut kalau saja perkembangan Malcolm terus berlanjut, sosok Malcolm bisa saja jadi pemimpin hebat yang tak hanya untuk Amerika, tetapi juga dunia.