TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Perjuangan Inggit Garnasih, Istri Tangguh yang Mendampingi Soekarno

Tahukan kalian bulan ini merupakan bulan kelahirannya?

Dok.Pribadi/Agithyra Nidiapraja

Bulan Februari merupakan bulan kelahiran Inggit Garnasih yang merupakan istri kedua Soekarno. Ia terlahir di Kabupaten Bandung, 17 Februari 1888 dari pasangan Arjipan dan Amsi. Kisah cinta Soekarno dan Inggit bermula saat Inggit yang pada waktu itu masih istri Haji Sanoesi menjadi ibu kos bagi Soekarno yang sedang  berkuliah di Bandung.

Soekarno yang masih berkuliah itu jatuh cinta pada sosok Inggit yang saat itu 13 tahun lebih tua dari dirinya. Setelah menceraikan Oetari dan Inggit pun saat itu diceraikan oleh H. Sanoesi, keduanya menikah pada tahun 1923.

Selama 20 tahun perjalanan rumah tangganya, Inggit selalu mendukung dan menemani setiap langkah perjuangan Soekarno. Berikut merupakan beberapa perjuangan dan peran penting Inggit Garnasih baik selama menikah dengan Soekarno dan setelah bercerai.

1. Membiayai kuliah Soekarno dari hasil berjualan

Dok. Pribadi/ Agithyra Nidiapraja

Selepas bercerai dengan H. Sanoesi dan menikahi Soekarno yang saat itu masih berkuliah dan belum bekerja, Inggitlah kemudian yang mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari dengan cara berjualan jamu, bedak, rokok, hingga kutang.

Jamu dan bedak tersebut Inggit buat dari beras dicampur dengan beberapa ramuan lainnya dan digiling diatas sebuah batu pipisan. Bedak dan jamu tersebut diberi merek "Kansai" dan "Ningrum" yang kemudian dititipkan ke warung-warung dan pengecer.

Selain Jamu dan Bedak, Inggit juga menjual rokok hasil racikannya sendiri dan dijual dengan nama "Ratna Djuami" yang diambil dari nama anak angkatnya. Dari hasil berjualan inilah Inggit memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan membiayai kuliah Soekarno hingga berhasil mendapatkan gelar insinyur.

Baca Juga: Tahukah Kamu? Soekarno Beberapa Kali Ganti Nama

2. Menjadi penerjemah Soekarno saat mengadakan kursus politik

Dok.Pribadi/ Agithyra Nidiapraja

Soekarno sering mengadakan kursus politik bagi masyarakat sunda di pinggiran Kota Bandung saat itu. Inggit selalu menemani suaminya ketika sedang mengadakan kegiatan tersebut dan berperan sebagai penerjemah bahasa Sunda bagi Soekarno sehingga apa yang disampaikan suaminya tersebut lebih dimengerti oleh banyak orang.

3. Penghubung antara Soekarno di dalam penjara dan aktivis pergerakan

Dok.Pribadi/ Agithyra Nidiapraja

Meski suaminya bolak-balik masuk penjara, Inggit tetap setia pada Soekarno dan rutin mengunjungi suaminya di penjara. Dalam pertemuannya tersebut, jika Soekarno ingin menyampaikan pesan kepada aktivis pergerakan di luar penjara maka ia akan menitipkannya pada Inggit.

Pesan-pesan Soekarno tersebut kemudian Inggit selipkan di dalam lintingan rokok buatannya. Rokok-rokok tersebut kemudian diberi tanda dengan ikatan benang berwarna merah dan hanya dijual kepada aktivis pergerakan.

4. Menyelundupkan buku-buku yang menjadi referensi Soekarno menuliskan pledoi "Indonesia Menggugat"

Dok.Pribadi/ Agithyra Nidiapraja

Pada tahun 1929 Soekarno dijebloskan ke sebuah sel kecil di Penjara Banceuy, Bandung. Selama di penjara ini segala aktifitasnya begitu dibatasi. Dalam sel kecil itulah Soekarno membuat sebuah pledoi yang akan ia bacakan di hadapan Pengadilan Hindia Belanda di Bandung. Dalam pembuatan pledoi tersebut, Inggitlah yang kemudian membantu Soekarno mendapat pasokan buku-buku yang memperkuat pledoinya. 

Inggit rela berpuasa tidak makan nasi selama tiga hari sampai perutnya benar-benar kurus agar buku-buku yang ia sembunyikan di balik bajunya tidak dicurigai oleh penjaga penjara. Hasil dari usaha tersebut Soekarno dapat membuat sebuah pledoi yang terkenal dan berjudul "Indonesia Menggugat".

5. Menemani Soekarno ke pengasingan

Dok.Pribadi/ Agithyra Nidiapraja

Selepas pembacaan pledoi "Indonesia Menggugat", Pengadilan Hindia Belanda memutuskan bahwa Soekarno dipenjara di Penjara Sukamiskin. Walaupun vonis yang dijatuhkan pada saat itu 4 tahun namun Soekarno dibebaskan setelah 1 tahun dipenjara.

Tidak lama kemudian akibat dari pidatonya di Lapangan Tegalega, Soekarno harus dibuang ke Ende di Pulau Flores. Inggit pada saat itu dapat saja memilih tetap tinggal di Bandung, namun ia memutuskan untuk ikut menemani suaminya ke sebuah tempat yang mungkin tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Bukan hanya Inggit, Ibu Amsi yang merupakan ibunda dari Inggit Garnasih pun ikut bersama anak dan menantunya tersebut. Bahkan Ibu Amsi kemudian wafat di Ende dan dimakamkan di sana.

Setelah empat tahun di Ende Soekarno dipindahkan ke Bengkulu. Mereka berdua kemudian menghabiskan empat tahun Bengkulu dan berpindah-pindah ke beberapa  tempat sebelum akhirnya ke Jakarta pada masa Pendudukan Jepang.

Di Jakarta Inggit dan Sukarno tinggal di Jalan Pegangsaan Timur No.56, sebuah tempat yang nantinya menjadi tempat peristiwa penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Namun saat proklamasi dibacakan Inggit sudah tidak ada di sana. Inggit memutuskan untuk bercerai dengan Soekarno tahun 1943 dan kembali ke Bandung karena menolak dimadu oleh Soekarno yang hendak menikahi Fatmawati. 

Baca Juga: 17 Potret Sejarah Indonesia Sebelum & Sesudah Kemerdekaan

Verified Writer

Agithyra Nidiapraja

https://www.instagram.com/veerapracha/

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya