TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ilmuwan Temukan Sistem Golongan Darah Baru, Namanya 'Er'!

Harapan untuk perawatan golongan darah langka

ilustrasi tes laboratorium dan tes darah (unsplash.com/Louis Reed)

Bulan Oktober menjadi bulan yang suram bagi dua orang perempuan di Inggris. Seharusnya menjadi seorang ibu, kedua perempuan tersebut malah harus rela kehilangan janin dan anaknya.

Ternyata, cerita tersebut tidak sampai di situ saja. Setelah diteliti, ternyata peristiwa tragis tersebut membuahkan temuan baru yang bisa berdampak besar bagi dunia medis. Dari insiden ini, para peneliti justru memecahkan teka-teki sistem golongan darah baru Er.

1. Sudah ada sejak 1980an

ilustrasi darah (pixabay.com/qimono)

Golongan darah menjelaskan kombinasi protein dan gula yang melingkupi permukaan sel darah merah. Salah satu fungsi utamanya adalah sebagai penanda identifikasi untuk memisahkan dari dari patogen yang berbahaya.

Apa golongan darahmu? Mungkin sebagian besar dari kita menjawab "A", "B", "AB", "O", berikut dengan resusnya (negatif atau positif). Tahukah kamu, ternyata golongan darah lebih dari itu? Banyak golongan darah yang terbagi berdasarkan variasi antigen permukaan sel berikut variannya.

Golongan darah yang umum ditemukan di awal abad ke-20. Nah, pada 1982, sistem golongan darah Er muncul sebagai golongan darah ke-44. Pada 1988, varian Erb juga terdeteksi. Dua tahun kemudian, Er diangkat sebagai koleksi golongan darah oleh International Society of Blood Transfusion (ISBT).

Baca Juga: Kenapa Manusia Punya Golongan Darah? Ini Fakta Ilmiahnya

2. Kematian bayi dan janin di Inggris

Selama bertahun-tahun, antigen sel darah ini memang sudah diketahui. Namun, dampak klinisnya masih belum diketahui. Tidak jarang, ketidakcocokan antara golongan darah bisa menyebabkan aloimunisasi (proses di mana antibodi tubuh menyerang golongan antigen darah yang tidak cocok).

Hal ini bisa berbahaya bagi kehamilan dan transfusi darah. Di beberapa kasus, ketidakcocokan golongan darah antara darah janin dan ibu bisa mengakibatkan masalah. Antibodi yang terpicu dari respons aloimunisasi bisa berpindah melalui plasenta ke bayi, menyebabkan penyakit hemolitik.

Pada zaman modern, injeksi kepada calon ibu dan transfusi darah untuk bayi bisa menyelamatkan. Namun, pada Oktober 2022 di Inggris, transfusi darah gagal menyelamatkan bayi dan fetus tersebut.

3. Memecahkan kerumitan sistem golongan darah Er

ilustrasi darah (pexels.com/Artem Podrez)

Sampel darah tersebut kemudian dikirim ke University of Bristol untuk diteliti lebih lanjut. Dimuat dalam jurnal Blood pada 19 September 2022 kemarin, penelitian gabungan yang dipimpin oleh University of Bristol dan NHS Blood & Transplant (NHSBT) memaparkan temuannya.

"Kami mengerjakan kasus langka. Ini dimulai dari seorang pasien dengan masalah yang kami coba pecahkan," ujar salah satu peneliti dan ahli serologi dari NHSBT, Nicole M. Thornton, dilansir Science Alert.

Dalam studi tersebut, sebanyak 13 individu dengan aloantibodi melawan antigen Er diteliti dengan menggunakan teknik mutakhir yang menganalisis sekuens DNA pada gen para partisipan secara simultan. Hasilnya, para partisipan mencatat lima antigen Er baru: varian yang sudah diketahui (Era, Erb, dan Er3) dan varian baru (Er4 dan Er5).

4. PIEZO1 yang langka adalah kuncinya

Dalam penelitian bertajuk "Missense mutations in PIEZO1, encoding the Piezo1 mechanosensor protein, define the Er red blood cell antigens" tersebut, para peneliti menemukan perubahan di kode gen protein PIEZO1. Ternyata, PIEZO1 menghasilkan produksi protein yang sudah diubah di permukaan sel para partisipan.

Bukan hal baru dalam dunia medis, PIEZO1 sudah sering dikaitkan dengan berbagai penyakit. Dalam studi hewan, tikus tanpa PIEZO1 wafat sebelum lahir. Selain itu, jika PIEZO1 dihapus dari sel darah merah, sel darah mengandung terlalu terhidrasi dan menjadi rapuh.

"Protein PIEZO adalah protein mekanosensorik yang digunakan sel darah merah untuk merasakan apabila ia sedang dihimpit. Protein ini ada hanya beberapa ratus kopi di membran tiap sel tubuh," ungkap salah satu peneliti utama, Prof. Ashley M. Toye, dalam pernyataan resmi.

Lalu, para peneliti membuktikan bahwa aloantibodi terhadap antigen Er terikat dengan PIEZO1. Setelah menghapus PIEZO1 dari dinding sel eritroblas dengan teknik CRISPR/Cas9 dan menguji antigennya dengan proses sekuens termutakhir, PIEZO1 memang dibutuhkan untuk ekspresi antigen Er di permukaan sel.

Baca Juga: Studi: Golongan Darah Berkaitan dengan Risiko Terkena Stroke Dini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya