TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bagaimana Selesainya 5 Pandemik Zaman Dulu? Ini Faktanya

Akhirnya tidak selalu seperti yang dibayangkan

Masker dan sarung tangan medis. pixabay.com/Alexas_Fotos

Sudah hampir setahun Indonesia menghadapi pandemik penyakit virus corona baru (COVID-19). Segala cara, mulai dari protokol kesehatan hingga vaksinasi, pun sudah dilakukan. Jangan panik dan jangan khawatir! Tetap patuhi protokol kesehatan, dan sebentar lagi, dunia akan pulih dari pandemik ini!

Nyatanya, dalam arus sejarah peradaban manusia, sudah beberapa kali dunia diterpa oleh pandemik parah. Karena ledakan populasi dan kebersihan yang tidak memadai, maka penyakit pun bisa tumbuh dan menyebar hingga berkembang dari epidemi menjadi pandemik.

Mulai dari wabah di zaman kekaisaran Yustinianus I hingga kolera, tidak sedikit pandemik yang dahsyat merenggut nyawa manusia. Bagaimana berbagai pandemik mematikan ini bisa sirna? Simak kisah dari bagaimana akhir dari lima pandemik terparah dunia!

1. Wabah Yustinianus: Menerima nasib dan mencoba bertahan

Ilustrasi: Keadaan masyarakat saat Wabah Yustinianus, Josse Lieferinxe. commons.wikimedia.org

Tiga dari pandemik paling mematikan dalam sejarah disebabkan oleh satu bakteri, Yersinia pestis, biang kerok dari wabah sampar atau pes. Salah satu wabah pandemik Y. pestis terhebat tercatat dalam sejarah pada pertengahan abad ke-6 Masehi. Pada puncaknya, pandemik ini membunuh hingga 10.000 per hari!

Saat itu, Y. pestis tiba dari Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium yang diperintah oleh Kaisar Yustinianus I (483-565), lalu menyebar pada tahun 541 Masehi ke Mesir, ke Laut Mediterania pada 544, dan merajalela di Eropa Utara serta Semenanjung Arab hingga 549.

Y. pestis disebarkan oleh kutu pada tikus. Wabah ini menghancurkan Konstantinopel, menyebar ke Eropa, Asia, Afrika Utara, dan Arab, serta menewaskan sekitar 30 hingga 50 juta orang atau sekitar setengah dari populasi dunia saat itu! Wabah ini diberi nama sang Kaisar karena Yustinius I juga terjangkit, tetapi berhasil sembuh.

Lalu, bagaimana pandemik ini bisa selesai? Karena pemahaman pandemik dan medis belum berkembang pesat saat itu, mereka hanya bisa menghindari pengidap Y. pestis. Yang selamat, ya selamat; yang terkena, ya hanya bisa berharap pada takdir!

Baca Juga: 7 Cara Memperbaiki Pola Tidur Berantakan Selama Pandemik

2. Wabah Hitam/Black Death: Munculnya karantina untuk pertama kali

Citra Y. Pestis yang diperbesar 200x dan diberi DFA. commons.wikimedia.org

Y. pestis tidak benar-benah hilang setelah Wabah Yustinianus. Sekitar 8 abad kemudian, wabah ini kembali lagi di Eropa pada 1346. "Menjangkit" benua Eropa selama 7 tahun hingga 1353, wabah yang disebut Black Death ini membunuh sekitar 200 juta nyawa atau 60 persen populasi benua Eropa!

Seperti zaman Yustinianus I, rakyat dunia saat itu masih belum memahami pandemik dan penularan penyakit. Tetapi, mereka sadar kalau Y. pestis dapat menular dengan cepat. Nah, karena itulah, muncullah "karantina" atau quarantine.

Pada 1347, para pejabat di kota pelabuhan Ragusa (sekarang Dubrovnik, Kroasia) memutuskan untuk mengisolasi para pelaut yang baru tiba untuk mencegah Y. pestis. Dari 30 hari atau trentino, pada 1448, pemerintah Ragusa menaikkan batasnya jadi 40 hari atau quarantena. Oleh karena itu, muncul sebutan "karantina" dan praktiknya di bidang medis.

3. Wabah Besar London: Peran utama protokol kesehatan yang ketat

Ilustrasi: Dua wanita wafat di jalan-jalan saat Pandemi Besar London. commons.wikimedia.org

Ibu kota Inggris, London, tidak beristirahat setelah Black Death. Pada 1665, wabah Y. pestis kembali muncul di sana. Faktanya, wabah Y. pestis muncul terus selama 10 tahun dari 1348-1665, atau 40 wabah dalam 300 tahun! Karena anjing dan kucing dianggap pembawa wabah, hewan-hewan malang itu pun tersebut dibantai!

Untungnya, pada awal abad ke-16, Inggris memberlakukan undang-undang untuk mengisolasi orang sakit. Rumah mereka yang terserang wabah harus digantung dengan jerami sebagai tanda. Jika membawa pasien, mereka harus membawa tongkat putih.

Wabah Besar London pada 1665 menjadi wabah terakhir dan terburuk dalam sejarah Inggris. Hanya dalam 18 bulan, 100.000 warga London wafat karena Y. pestis. Seluruh tempat publik ditutup, pasien dikurung paksa di rumah agar mencegah penyebaran. Terdengar kejam? Ajaibnya, wabah berakhir dalam kurun waktu setahun.

4. Cacar: Munculnya vaksin secara perdana

Cacar atau smallpox. everydayhealth.com

Penyakit cacar adalah epidemi di Eropa, Asia, dan Arab selama berabad-abad. Selain bekas bopeng hingga kebutaan, cacar pun menewaskan sekitar tiga dari 10 orang di masanya. Akan tetapi, kehancuran yang dibawa cacar paling parah di Dunia Baru atau benua Amerika saat tiba pada abad ke-15 lewat para penjelajah Eropa.

Penduduk asli Meksiko dan Amerika Serikat sejatinya tidak memiliki kekebalan alami. Oleh karena itu, virus cacar (Variola major dan V. minor) membunuh hingga puluhan juta di benua Amerika, atau 90-95 persen populasi penduduk asli selama satu abad! Sebagai contoh, Meksiko yang sebelumnya berpenduduk 11 juta, hanya jadi 1 juta jiwa saja.

Lukisan dr. Edward Jenner mencoba vaksin cowpox pada putra tukang kebunnya. sciencemuseum.org.uk

Namun, karena cacar, manusia mengembangkan vaksin. Pada 1796, dokter Inggris, Edward Jenner, menemukan bahwa para pemerah susu yang terinfeksi virus cowpox atau cacar sapi lebih kebal terhadap cacar varian V. major dan V. minor. Jadi, dr. Jenner menyuntikkan putra tukang kebunnya dengan cowpox dan terbukti ampuh!

"Musnahnya cacar, momok paling mengerikan spesies manusia, harus menjadi tujuan akhir dari praktik ini," tulis dr. Jenner pada 1801.

Faktanya, kata "vaksin" berasal dari Bahasa Latin "vacca" atau "sapi"! Mimpi dr. Jenner benar-benar terwujud. Pada 1980, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menyatakan bahwa penyakit cacar sudah benar-benar diberantas dari muka Bumi.

Baca Juga: 5 Tren TikTok yang Bikin Tubuh Lebih Sehat selama Pandemik, Ikut yuk!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya